Sabtu, 14 Mei 2011

Ditinggalkan Penghuni Bagai Rumah Hantu


Sebuah Catatan: Pantauan di Kawasan Industri Lobam

Empat  tahun silam, ketika saya diundang teman sekomunitas di Kawasan Industri Lobam, sangat terheran-heran, karena banyak perusahaan industry yang tutup, dan lebih tercengang ketika melihat perumahan yang dulunya rame berubah menjadi sepi, bak rumah hantu. Mereka yang berjualan di sekitar perumahan juga kelabakan, pembeli tidak seramai dulu dan kenapa ini bisa terjadi? Berikut saya mencoba mengajak pengunjung untuk berkunjung ke area itu.

Kebetulan teman saya meminta saya untuk meninjau lokasi yang bakalan dipasang jaringan Multimedia, dari pantauan di lapangan, mess karyawan awalnya memang penuh dan ramai, namun dalam beberapa bulan terakhir tiba-tiba kosong. Akibat kondisi ini, maka rencana menjadi batal.

Kemudian saya diajak keliling perkampungan yang banyak perumahan baru, tujuah tahun sebelumnya, kawasan ini sangat rame, banyak penghuni baru dan gemerlap lampu malam menghiasi perumahan itu. Jaringan pay tv juga ikut meramaikan kawasan itu sebagai hiburan bagi penghuninya.

Sungguh luar biasa, dampak dari hengkangnya investor ini sangat besar sekali, begitu juga rasa kecewa siapa saja yang bersusah payah mendatangkan investor pasti merasa kecewa. Tidak mudah memang menghadirkan dan meyakinkan investor agar mau berinvestasi di negeri ini, ternyata suatu ketika dimusuhi.

Kita sebagai aparat setempat hanya tinggal menjaga dan membina, agar investor ini tidak hengkang, tapi kenapa begitu mudah pihak yang tidak bertanggungjawab mengambil kesempatan memungli  investor itu. Jangankan investor asing, pengusaha local saya melihat kondisi seperti ini serasa mau lari menanamkan modalnya di luar negeri, tersebut terakhir ini lebih celaka lagi.

Apa alasan pengusaha local milih berinvestasi di negeri orang lain, tentu sama halnya dengan investor asing yang menanamkan modal di Indonesia. Tentu yang pertama adalah perlu adanya jaminan keamanan, karena ini menyangkut asset pengusaha. Kedua jelas mudahnya administrasi dan tidak berbelit serta tidak tumpang tindih pengurusan perizinan.

Jaminan keamanan meliputi diantaranya tidak adanya pungli (pungutan liar) baik dari oknum aparat dan preman. Untuk itu investor memenuhi segala aturan main yang berlaku dan kemudahan adminitrasi juga sangat diharapkan, tidak berbelit. Tetapi kenyataan di lapangan sangat jauh berbeda.

Potret nyata adalah, ketika ada suatu oknum berpengaruh memerlukan sesuatu dan tidak mendapatkan tanggapan maksimal dari investor dan hanya dilayani sesuai kemampuan, oknum ini merasa kecewa dan berusaha mencari kesalahan investor, bahkan mengancampun disampaikan dan ini sungguh memalukan intitusi serta pemerintah daerah serta negeri.

Hengkang=banyak yang dirugikan

Dengan hengkangnya investor ini, sudah tentu banyak pihak yangg menanggung kerugian, pemerintah tentunya dari pajak, warga banyak menganggur, pedagang akan sepi pembeli, developer atau bank turut merugi karena rumah kreditan tidak dapat dilanjutkan.

Saya diajak bersama-sama menghitung dari hal yang kecil, misalnya ada 1.000 karyawan dengan upah Rp. 2.000.000,- kali 1.000 akan mendapat nilai Rp. 2.000.000.000,- Ini artinya dalam sebulan akan terjadi perputaran keuangan senilai 2 miliyar di kawasan itu. Jika seluruh karyawan yang d PHK mencapai belasan ribu, berapa puluh miliyar yang tidak lagi beredar di kawasan itu. Jelas ini akan berdampak luas kepada roda perekonomian di kawasan tersebut.

Salah seorang karyawan mengeluh kepada saya, kenapa oknum aparat tidak berfikir dampak dari akibat perbuatannya, demi kepentingan pribadi sampai mengorbankan ribuan karyawan. Jika berbicara karyawan, berarti menyangkut isi perut, dan berapa kepala dalam satu keluarga yang harus menangis karena hilangnya lapangan pekerjaan.

Jika kita mau berfikir jernih dan proporsional, investor yang menanamkan modalnya di negeri ini berarti sebuah asset yang perlu dijaga, bukan kacaukan. Kembali lagi, untuk mendatangkan investor akan masuk ke negeri ini tidak semudah mengimpor material bangunan atau sebuah barang benda mati.

Investor local, yang menanamkan modalnya di negeri lain juga tidak sedikit, teman saya memilih berinvestasi di China, alasannya sangat simple, karena di China birokrasinya tidak terlalu rumit, mudah dan bahkan kita tinggal meminta di area mana yang diperluka. Walaupun itu di sebuah perkampungan, perkampungan itu bisa digeser sedemikian rupa, sehingga investor mudah menjalankan kegiatannya. Kemana masyarakat sebagai penduduk di perkampungan yang di gusur itu, oleh pemerintah China sudah disiapkan bangunan sejenis rusun (rumah susun) atau apartemen, dan mereka mayoritas pada tunduk dan mendukung program pemerintahnya.

Untuk mendukung operasional perusahaan ini, warga yang tadi tergusur dan telah diberikan tempat tinggal di apartemen, bisa menjadi karyawan atau menjadi pengusaha rumahan (home industry) sebagai pendukung industry besar yang menjadi induknya. Bagaimana dengan pajaknya dan tetek bengeknya? Pemerintah China tidak terlalu mempersoalkan, yang terpenting adalah pengusaha ini bisa menjalankan usahanya lebih dulu, soal pajak dan lainnya, bisa diatur dengan baik.

Pemerintah China lebih mengutamakan membina dan menganyomi investor asing dan local, karena ini menyangkut lapangan kerja yang bisa dijadikan tempat rakyatnya menopang hidup. Pertanyaannya, kenapa di Indonesia tidak berkaca ke sana, kenapa tidak mampu membina investor dengan baik, tetapi justru menjadikannya tempat mengambil “jatah” bulanan. Semoga ini menjadi masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hokum di Indonesia, dengan tidak mementingkan pribadi akan tetapi lebih berfikir secara luas, demi kepentingan masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar