Sabtu, 7/5/11, 12.00
Jakarta-Warnawarninews: Kasus gugatan karyawan PT. Rotarindo Busana Bintan, Jl. Wonosari No. 1 Km 7, Kelurahan Kota Piring, Tanjungpinang, Kepri, akhirnya dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 26 Mei 2010. Sebanyak 327 karyawannya perusahaan garmen ini selaku termohon kasasi, dan patut bergembira atas putusan MA tersebut, namun sampai saat ini PN Tanjungpinang belum melaksanakan eksukusi yakni pihak perusahaan wajib membayar sebagian gugatan karyawannya.
Akibat lambatnya eksekusi sesuai permohonan ratusan karyawan ini, akhirnya ratusan karyawan pada Senin (2/5/11) melaksanakan unjukrasa di halaman Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang. Dalam orasinya, para karyawan ini memohon kepada PN setempat untuk segera melaksanakan eksekusi, karena dinilai sudah sangat terlambat.
Seharusnya, pihak PN melaksanakan eksekusi setelah menerima surat permohonan dari pemohon, maka itu karyawan meminta kepada PN untuk menjelaskan apa alasan tidak segera melaksanakan amanah Mahkamah Agung tersebut. Para karyawan berdemo dengan tertib, dan dijanjikan akan diberikan jawaban kembali pada Senin (9/5/11) lusa.
Jawaban PN Tanjungpinang pada (2/5/11) melalui wakil ketua PN, bahwa kenapa pihaknya belum melaksanakan eksekusi, ini disebabkan adanya surat pengaduan dari pihak perusahaan, bahwa adanya tanda tangan palsu dalam surat kuasa permohonan eksekusi. Untuk membuktikan tanda tangan itu asli atau palsu, pihak PN masih meminta kepada Lapfor.
Sementara sebagaimana gugatan ratusan karyawan PT. Rotarindo, menggugat perusahaan sebesar Rp. 8,3 Milyar dengan rincian, Rp. 1,6 Miliyar sebagai biaya proses perkaya dan Rp. 6,7 Milyar biaya pesangon dan penghargaan masa kerja. Maka atas putusan MA No. 519K/Pdt.Sus/2009 tertanggan 26 Mei 2010, pihak perusahaan harus membayar atas gugatan karyawan tersebut.
Ketua Korwil FSPSI Kepri, Darsono selaku penerima kuasa bersama Colderia Sitinjak dan H Rahmat Suhartono WM mengatakan, ratusan karyawan ini menggugat perusahaan karena di PHK sepihak. Perusahaan mem-PHK karyawan dengan alasan perusahaan ditutup, namun untuk menutup perusahaan tidak menyertakan alasan yang jelas sesuai aturan yang berlaku.
Dikatakan Darsono, soal dugaan adanya pemalsuan tanda tangan dari pemohon eksekusi kenapa harus pihak termohon eksekusi yang melaporkan, seharusnya pihak pemilik tanda tangan. Jika pemilik tanda tangan membiarkan dan membenarkan jika itu juga tanda tangannya, sebenarnya juga tidak ada masalah. “Maka laporan adanya tanda tangan palsu ini hanya sebuah alasan saja untuk mengulur waktu eksekusi, tapi kita lihat lusa Senin (9/5/11),” ujar Darsono. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar