Kamis, 23 Juni 2011

warnawarninews: Masa Pergerakan Nasional

warnawarninews: Masa Pergerakan Nasional: "Soekarno dan Joseph Broz Tito Pada tahun 1926 , Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari I..."

Masa Pergerakan Nasional

Soekarno dan Joseph Broz Tito

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[4] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[9] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy, pada tahun 1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.

Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang

Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur
 
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.

Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.

Masa Perang Revolusi

Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
 
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. 

Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda. (wikipidia)

Sabtu, 18 Juni 2011

Masa kecil dan remaja Bung Karno

Rumah masa kecil Bung Karno 

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[4] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[4] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.[4] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[8] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[4]

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[4] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[8] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[4] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur.[4] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. 

Tjokroaminoto.[4] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[4] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[4] Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[4] Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[4] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[8]

Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925.[9] Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[4] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Jumat, 17 Juni 2011

Biografi: Presiden Soeharto lahir di Kemusuk, 8 Juni 1921

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.

Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.

Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
Residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.

Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.

Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).

Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Dikutip dari http://www.wattpad.com/79641-biografi-soeharto

Selasa, 14 Juni 2011

warnawarninews: Megawati Soekarno Putri Resmikan Rumah Sakit Tanpa...

warnawarninews: Megawati Soekarno Putri Resmikan Rumah Sakit Tanpa...: "Sukabumi (ANTARA News) -Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri meresmikan rumah sakit tanpa kela..."

Megawati Soekarno Putri Resmikan Rumah Sakit Tanpa Kelas

Sukabumi (ANTARA News)-Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri meresmikan rumah sakit tanpa kelas yang nama Rumah Sakit Pelita Rakyat yang berlokasi, Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Peresmian rumah sakit ini bertujuan untuk pelayan masyarakat khususnya masyarakat dari kalangan tidak mampu. Selain itu, di rumah sakit ini masyarakat yang berobat diberi fasilitas ruangan tanpa kelas atau tidak dibeda-bedakan. "Pembangunan rumah sakit tanpa kelas ini tujuan utamanya memprioritaskan masyarakat kecil atau tidak mampu," kata Ketua Departemen Bidang Kesehatan DPP PDIP, Ribka Tjiptaning kepada ANTARA, Selasa. Rencananya yang meresmikan langsung rumah sakit ini adalah Ketum PDIP, Megawati Soekarno Putri. Pada acara ini juga turut hadir direktur jendral dari Kementerian RI dan beberapa pejabat serta ribuan kader dan simpatisan PDIP Perjuangan. "Rumah sakit ini akan diresmikan langsung oleh Megawati Soekarno Putri pada hari ini, Selasa, 14/6," tambah Ribka yang juga Ketua Komisi IX DPR-RI.(ANTARA). Editor: Ella Syafputri

Minggu, 12 Juni 2011

warnawarninews: Soekarno Autobiography

warnawarninews: Soekarno Autobiography: "R. Soekarno 1 (was born in Blitar , East Java, on June 6 1901 – died in Jakarta, on June 21 1970 in the age 69 years) was Indonesian Preside..."

Jumat, 10 Juni 2011

Soekarno Autobiography

R. Soekarno1 (was born in Blitar, East Java, on June 6 1901 – died in Jakarta, on June 21 1970 in the age 69 years) was Indonesian President first that hold the office of in the period 1945 - 1966. He played the role important to liberate the Indonesian nation from the Dutch colonisation. He was the Kepancasilaan excavator. He was the Proclaimer of Indonesian Independence (was with Mohammad Hatta) that happened on August 17 1945. He published the Letter Of Instruction on March 11 1966 Supersemar that was controversial that, that it seems, including his contents was assigned Lieutenant General Soeharto to pacify and maintain his authority. But this Supersemar was misused by Lieutenant General Soeharto to undermine his authority with the road to accuse him of taking part in masterminding the Movement on September 30. The charges caused People's Consultative Assembly Sementara that his member was replaced with the person who for Soeharto, shifted the presidency to Soeharto

The background and education

Soekarno was born by the name of Kusno Sosrodihardjo. His father was named Raden Soekemi Sosrodihardjo, a teacher in Surabaya, Java. His mother named Ida Ayu Nyoman Rai came from Buleleng, Bali .

When small Soekarno lived with his grandfather in Tulungagung, East Java. In the age 14 years, a friend of his father who was named Oemar Said Tjokroaminoto asked Soekarno to live in Surabaya and to be sent to school to Hoogere Burger School (H.B.S.) there while reciting the Koran in the Tjokroaminoto place. In Surabaya, Soekarno often met the leaders of the Islam union, the organisation that was led by Tjokroaminoto at that time. Soekarno afterwards gathered with the Jong Java organisation (the Javanese Young Man).

Graduate from H.B.S. in 1920, Soekarno continued to Technische Hoge School (now ITB) in Bandung, and was finished during 1925. During in Bandung, Soekarno interacted with Tjipto Mangunkusumo and Dr. Douwes Dekker, that at that time were the leader of the National Indische Partij organisation.

Soekarno's family

Soekarno's wife
Oetari
Inggit Garnasih
Fatmawati
Hartini
RatnaSari Dewi Soekarno (the original name: Naoko Nemoto)
Haryati
Soekarno sons and daughters
Guruh Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri, Republic of Indonesia President the term of office of 2001-2004
Guntur Soekarnoputra
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Taufan and Bayu (from the wife Hartini)
Kartika Sari Dewi Soekarno (from the wife Ratna sari Dewi Soekarno
Really the national movement

During 1926, Soekarno established Algemene Studie Club in Bandung. This organisation became the young coconut the future Party of national Indonesia that was established during 1927. Soekarno's activity in PNI caused him to be arrested by the Netherlands in December 1929, and bring up pledoi him that was phenomenal: Indonesian Criticize, until being released again on December 31 1931. In July 1932, Soekarno gathered with the Indonesian Party (Partindo), that was the fragment of PNI. Soekarno again was arrested in August 1933, and was isolated to Flores. Here, Soekarno was almost forgotten by national leading figures. However his spirit continued to glow as being implied in each one of his letters to a Teacher the Islam Association named Ahmad Hassan. During 1938 till 1942 Soekarno was isolated to the Bengkulu Province. Soekarno just again was free in the Japanese colonisation period during 1942.

Really the Japanese colonisation

At the beginning of the Japanese colonisation period (1942-1945), the Japanese government had an opportunity to not pay attention to leading figures of the Indonesian movement especially to "pacify" his existence in Indonesia.This was seen in the Movement 3A with his leading figure of Shimizu and Mr. Syamsuddin that were a little unpopular.

However finally, the government of the Japanese occupation pay attention to and at the same time making use of the leading figure of the Indonesian leading figure like Soekarno, Mohammad Hatta et cetera in each organisation and the agency agency to appealing the Indonesian inhabitants. Named in various organisations like Javanese Hokokai, Pusat of the Rakyat Power (Putera), BPUPKI and PPKI, the leading figure of the leading figure like Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur and so on other was talk about and seen so active. And finally national leading figures co-operated with the government of the Japanese occupation to achieve Indonesian independence, although there are those that carried out the underground movement like Sutan Syahrir and Amir Sjarifuddin because of considering Japan was the dangerous fascist.

President Soekarno personally, during the speech on the opening by text reading of the proclamation of independence, said that although in fact we co-operated with Japan in fact we believed and have faith as well as relied on the strength personally.

He was active in an effort to preparations for Indonesian independence, among them were to formulate Kepancasilaan, UUD 1945 and the foundation of the foundation of the Indonesian government including formulating the text of the proclamation of Independence. He could be persuaded xNP to take refuge in Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.

During 1943, Japanese Prime Minister Hideki Tojo invited the Indonesian leading figure namely Soekarno, Mohammad Hatta and Ki Bagoes Hadikoesoemo to Japan and was received directly by Emperor Hirohito. Moreover the emperor gave the empire Star (Ratna Suci) to three Indonesian leading figures. Penganugerahan Bintang made the government of the Japanese occupation most startled, because that was significant that the three Indonesian leading figures it was considered the family of Japanese Emperor personally. In August 1945, he was invited by the Marshal Terauchi, headed by the South-East Asian territory Army in Dalat Vietnam that afterwards stated that the proclamation of Indonesian independence was the people's Indonesian affair personally

However his involvement in the organisation bodies of the Japanese construction made Soekarno be accused of by the Netherlands co-operating with Jepang,betwen other in the case romusha.

Revolutionary war time

Soekarno with national leading figures began to prepare gazed at the Proclamation of Republic of Indonesia independence. After the session of the Investigator's Body preparations efforts for Indonesian Independence BPUPKI, The Small Committee that consisted of eight people (official), the Small Committee that consisted of nine people/the Committee of nine (that produced Jakarta Charter) and the preparations Committee for Independence Indonesian PPKI, Soekarno-Hatta established the Indonesian Country was based on Kepancasilaan and UUD 1945.

After meeting the Terauchi Marshal in Dalat, Vietnam, the Rengasdengklok Incident on August 16 1945 happened; Soekarno and Mohammad Hatta were persuaded xNP by the young men to take refuge in the barracks of defence troops Motherland Peta Rengasdengklok. The leading figure of the young man who persuaded in part Soekarni, Wikana, Singgih as well as Chairul Saleh. The young men demanded that Soekarno and Hatta immediately proclaimed Republic of Indonesia independence, because in Indonesia happened vacuum of the authority. This was caused because Japan has surrendered and allied troops did not yet arrive. However Soekarno, Hatta and the leading figures refused on the basis of being waiting for the clarity concerning the Japanese surrender. The other developing reason was Soekarno appointed moment exact for Republic of Indonesia independence that is chosen by him on August 17 1945 at that time coincided with the date 17 Ramadhan, the holy month of Muslim who were believed in was the date of the fall of the first revelation Muslims to the Prophet Muhammad SAW namely Al Qur-an. On August 18 1945, Soekarno and Mohammad Hatta were appointed by PPKI to Republic of Indonesia President and Vice President. On August 29 1945 the appointment became the President and Vice President was strengthened by KNIP. In on September 19 1945 Soekarno's authority could resolve without Ikada bloodshed of the field incident where 200,000 Jakarta peoples would the clash with Japanese troops that were still fully-armed.

At the time of the arrival of the Ally (AFNEI) that was led by Lt Gen. Mystically Phillip Christison, Christison had finally acknowledged the Indonesian sovereignty de facto after holding the meeting with President Soekarno. President Soekarno also tried to resolve the crisis in Surabaya. However resulting from the provocation that was launched by NICA troops (the Netherlands) that followed the Ally. (was supervised by England) exploded the Incident on November 10 1945 in Surabaya and fell him Brigadier  General A.W.S Mallaby.

Because of many provocations in Jakarta at that time, President Soekarno had finally moved the Republic of Indonesia capital from Jakarta to Yogyakarta. Followed by the Vice President and the senior official of the other country.

The position President Soekarno according to UUD 1945 was President's position as the head of government and the head of state (presidential/single the Executive). For the revolution of fredom, sistem the government changed became semi-presidential/double the Executive. President Soekarno as the Head of State and Sutan Syahrir as the Prime Minister/ Head of Government. That happened because of the existence of the announcement Vice President No X, and the announcement of the government in November 1945 about the political party. This was followed so that the Republic of Indonesia it was considered the more democratic country.

Although the government's system changed, at the time of the revolution of independence, the position of President Soekarno stayed most important, especially in facing the Madiun Incident 1948 as well as during Aggression of Militer Netherlands Ii that caused President Soekarno, Vice President Mohammad Hatta and several senior officials of the country to be kept by the Netherlands. Although having the Government of the Republic of Indonesia Emergency (PDRI) with the chairman Sjafruddin Prawiranegara, but in fact the international community and the domestic situation continue to acknowledged that Soekarno-Hatta was the Indonesian leader that actually, only of his policies that could complete the Indonesia-the Netherlands dispute.
Source : http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno

Soekarno otobiografi (versi Indonesia)
R. Soekarno 1 (lahir di Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 6 Juni 1901 - meninggal di Jakarta, pada tanggal 21 Juni 1970 di usia 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat dari pada periode 1945-1966. Ia memainkan peran penting untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Dia adalah excavator Kepancasilaan. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (was dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia menerbitkan Surat Perintah pada 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu, yang konon, termasuk isinya ditugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan mempertahankan kekuasaannya. Tapi ini Supersemar yang disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong otoritas dengan jalan untuk menuduh dia mengambil bagian dalam mendalangi Gerakan 30 September. Biaya menyebabkan MPR Saccharin bahwa anggotanya telah diganti dengan orang yang untuk Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada Soeharto
Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali.Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Dalam usia 14 tahun, teman ayahnya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto meminta Soekarno untuk tinggal di Surabaya dan untuk dikirim ke sekolah untuk Hoogere Burger School (HBS) di sana sementara membaca Alquran di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno sering bertemu dengan para pemimpin serikat Islam, organisasi yang dipimpin oleh Tjokroaminoto pada waktu itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Lulus dari H.B.S. pada tahun 1920, Soekarno terus Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan selesai pada 1925. Selama di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Soekarno keluarga
Istri SoekarnoOetariInggit GarnasihFatmawatiHartiniRatnasari Dewi Soekarno (nama asli: Naoko Nemoto)HaryatiSoekarno putra dan putriGuruh SoekarnoputraMegawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia masa jabatan 2001-2004Guntur SoekarnoputraRachmawati SoekarnoputriSukmawati SoekarnoputriTaufan dan Bayu (dari istri Hartini)Kartika Sari Dewi Soekarno (dari istri Ratna Sari Dewi SoekarnoBenar-benar gerakan nasional
Selama tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi kelapa muda Partai masa depan Indonesia nasional yang didirikan pada 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkan ia ditangkap oleh Belanda pada bulan Desember 1929, dan membawa pledoi dirinya yang fenomenal: Mengkritik Indonesia, sampai dibebaskan lagi pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan fragmen dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan terisolasi ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh terkemuka nasional. Namun rohnya terus bersinar sebagai tersirat dalam setiap surat kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan. Selama 1938 hingga 1942 Soekarno terisolasi untuk Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang selama 1942.
Benar-benar penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang memiliki kesempatan untuk tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia.This terlihat pada Gerakan 3A dengan nya terkemuka sosok Shimizu dan Mr Syamsuddin yang sedikit tidak populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat dari (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansyur dan seterusnya lain berbicara tentang dan melihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meskipun ada yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena mengingat Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno secara pribadi, selama pidato pada pembukaan dengan membaca teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan memiliki iman serta mengandalkan kekuatan pribadi.
Ia aktif dalam upaya persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah untuk merumuskan Kepancasilaan, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan teks proklamasi Kemerdekaan. Ia bisa dibujuk xNP untuk berlindung di Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Selama tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Apalagi kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh terkemuka di Indonesia. Penganugerahan Bintang membuat pemerintah pendudukan Jepang yang paling terkejut, karena yang signifikan bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, dipimpin oleh wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam Angkatan Darat yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia secara pribadi
Namun keterlibatannya dalam tubuh organisasi pembangunan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda co-operasi dengan Jepang, betwen lain dalam kasus romusha.
Revolusioner waktu perang
Soekarno dengan tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan menatap Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sesi upaya Tubuh persiapan Penyidik ​​untuk BPUPKI Kemerdekaan Indonesia, Komite Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang / Komite sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan persiapan Komite Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Kepancasilaan dan UUD 1945.
Setelah pertemuan Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk xNP oleh para pemuda untuk berlindung di barak pertahanan tentara Ibu Pertiwi Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk sebagian Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan. Hal ini disebabkan karena Jepang telah menyerah dan tentara sekutu belum datang. Namun Soekarno, Hatta dan tokoh-tokoh terkemuka menolak atas dasar yang menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan berkembang lainnya adalah Soekarno diangkat saat yang tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yang dipilih oleh dia 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, bulan suci Islam yang percaya pada adalah tanggal jatuhnya wahyu pertama Muslim untuk Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI untuk Republik Indonesia Presiden dan Wakil Presiden. Pada 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi Presiden dan Wakil Presiden diperkuat oleh KNIP. Dalam pada otoritas 19 September 1945 Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah Ikada insiden lapangan dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Phillip Christison mistik, Christison akhirnya mengakui kedaulatan de facto Indonesia setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang diluncurkan oleh pasukan NICA (Belanda) yang mengikuti Ally. (Dibawah Inggris) meledak Insiden pada 10 November 1945 di Surabaya dan jatuh dia Brigadir Jenderal AWS Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti oleh Wakil Presiden dan pejabat senior dari negara lain.
Posisi Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah posisi Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara (presiden / tunggal Eksekutif). Untuk revolusi fredom, sistem pemerintah mengubah menjadi semi-presidential/double Eksekutif. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri / Kepala Pemerintahan. Itu terjadi karena adanya pengumuman Wakil Presiden No X, dan pengumuman pemerintah dalam November 1945 tentang partai politik. Ini diikuti agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.


Walaupun sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi dari Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat senior negara yang akan disimpan oleh Belanda. Meskipun memiliki Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya masyarakat internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan Indonesia-sengketa Belanda.Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno

Selasa, 07 Juni 2011

Siapa yang Bertanggungjawab Atas G-30-S?


Pelengkapan Pidato Nawaksara Soekarno 10 Januari 1967 
(www.sbc-news.com)
Dan saya, saudara-saudara, telah memberikan, menyumbangkan atau menawarkan diri saya sendiri, dengan segala apa yang ada pada saya ini, kepada service of freedom, dan saya sadar sampai sekarang the service of freedom is a deathless service, yang tidak mengenal akhir, yang tidak mengenal maut. Itu adalah tulisan isi hati. Badan manusia bisa hancur, badan manusia bisa dimasukkan di dalam kerangkeng, badan manusia bisa dimasukkan di dalam penjara, badan manusia bisa ditembak mati, badan manusia bisa dibuang ke tanah pengasingan yang jauh daripada tempat kelahiran, tetapi ia punya service of freedom tidak bisa ditembak mati, tidak bisa di kerangkeng, tidak bisa dibuang di tempat pengasingan, tidak bisa ditembak mati.

Dan saya beritahu kepada Saudara-saudara, menurut perasaanku sendiri, saya, Saudara-saudara, telah lebih daripada tigapuluh lima tahun, hampir empat puluh tahun edicate myself to this service of freedom. Yang saya menghendaki agar supaya seluruh, seluruh, seluruh rakyat Indonesia masing-masing juga dedicate jiwa raganya kepada service of freedom ini, oleh karena memegang service of freedom ini is deathless service. Tetapi akhirsnya segala sesuatu adalah ditangannya Tuhan. Apakah Tuhan memberi saya dedicate my self, my all to this service of freedom, itu adalah tuhan punya urusan.

Karena itu maka saya terus, terus, terus selalu memohon kepada Allah S.W.T., agar saya diberi kesempatan untuk ikut menjalankan aku punya service of freedom ini. Tuhan yang menentukan. De mens wikt, God belist; manusia bisa berkehendak macam-macam, Tuhan yang menentukan. Demikianpun saya selalu bersandarkan kepada keputusan Tuhan itu. Cuma saya juga dihadapan Tuhan berkata: Ya Allah, ya Rabbi, berilah saya kesempatan, kekuatan, taufik, hidayat untuk dedicate my self to this great cause of freedom and tho this great service

Pada tanggal 22 juni 1966, presiden Indonesia Soekarno berpidato dalam sidang umum ke-IV MPRS. Pidatonya berjudul NAWAKSARA.

Berikut petikannya: "Sembilan di dalam bahasa Sansekerta adalah "Nawa". Eka, Dwi, Tri, Catur, Panca, enam-yam, tujuh- sapta, delapan-hasta, sembilan-nawa, sepuluh-dasa. Jadi saya mau beri nama dengan perkataan "Nawa". "Nawa" apa? Ya, karena saya tulis, saya mau beri nama "NAWA AKSARA", dus "NAWA iAKSARA" atau kalau mau disingkatkan "NAWAKSARA". Tadinya ada orang yang mengusulkan diberi nama "Sembilan Ucapan Presiden". "NAWA SABDA". Nanti kalau saya kasih nama Nawa Sabda, ada saja yang salah-salah berkata: "Uh, uh, Presiden bersabda". Sabda itu seberti raja bersabda. Tidak, saya tidak mau memakai perkataan "sabda" itu, saya mau memakai perkataan "Aksara"; bukan dalam arti tulisan, jadi ada aksara latin, ada aksara Belanda dan sebagainya. NAWA AKSARA atau NAWAKSARA, itu judul yang saya berikan kepada pidato ini. Saya minta wartawan-wartawan mengumumkan hal ini, bahwa pidato Presiden dinamakan oleh Presiden "NAWAKSARA"

Pidato ini disampaikan oleh Presiden Soekarno sebagai pertanggungjawabannya atas sikapnya dalam menghadapi Gerakan 30 September. Soekarno sendiri menolak menyebut gerakan itu dengan nama tersebut. Menurutnya Gerakan itu terjadi pada tanggal 1 Oktober dini hari, dan karena itu ia menyebutnya sebagai Gestok (Gerakan 1 Oktober)

Pidato Nawaksara merupakan dokumen sejarah yang menarik. Pidato yang diucapkan Soekarno di depan sidang umum MPRS ke-IV ini menandai titik balik era Demokrasi Terpimpin. Era Demokrasi Terpimpin dimulai ketika terbitnya dekrit Presiden 5 Juli 1959. Demokrasi ala Soekarno yang memunculkan kesimpulan kepala pemerintahan memiliki kekuasaan tak berhingga. Dan komando politik Indonesia berada di telunjuk Soekarno. Era ini, mencuatkan kekuatan baru dalam kancah politik yakni Partai Komunis Indonesia (PKI). Kekuatan politik seperti Partai Sosiali Indonesia (PSSI) dan masyumis sudah diberangus terlebih dahulu. Di sisi lain, TNI-AD hadir sebagai pengimbang PKI. Dengan demikian, era Demokrasi Terpimpin menyebabkan kekuasaan terpusat pada tiga sumber utama: Soekarno, PKI, dan TNI-AD

Pidato ini ialah pertanggung jawaban Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia. Pidato ini disampaikan untuk menjawab permintaan MPRS yang meminta penjelasan tentang peristiwa 30 September, dan kemerosotan ekonomi. Menjawab permintaan majelis rakyat, Soekarno mengurai tiga keterangan pokok yang berkaitan dengan G-30-S: (a) keblingeran pimpinan PKI, (b) subversi neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim), dan (c) adanya oknum-oknum yang "tidak benar". Soekarno menuding kekuatan kontra-revolusi dari dalam negeri dan kekuatan neolim bersatu padu berpuaya menggulingkannya dengan Gerakan 30 September. Nawaksara ini pula mejadi langkah awal peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Pimpinan MPRS (diketuai AH Nasution, dan wakil ketua Osa Maliki, HM Subchan ZE, M.Siregar, dan Mashudi) lewat keputusan nomor 5/MPRS/1966 tertanggal 5 juli 1966 meminta Panglima Besar Revolusi untuk melengkapi pidato tersebut.

Soekarno membalasnya dengan Pelengkap Nawaksara yang disampaikan tertulis pada 10 Januari 1967. Isinya antara lain: (a) G.30.S ada satu complete overcompeling: (b) Soekarno sudah mengutuk Gestok (Gerakan Satu Oktober). Yaitu ketika berpidato pada perayaan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1966, dan dalam pidato 5 Oktober 1966. Pada kesempatan 17 Agustus 1966, Soekarno berkata "sudah terang Gestok kita kutuk. Dan saya, saya mengutuknya pula; Dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa yang bersalah harus dihukum. Untuk itu kubangunkan MAHMILLUB"; (c) pada malam peringatan Isro dan Mi;radj di Istana Negara, Pengemban Supersemar mengatakan, "saya sebagai salah seorang yang turut aktif menunmpas Gerakan 30 September yang didalangi PKI, berkesimpulan, bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah "Gestok".

Pertentangan antara kubu Soekarno dan kubu MPRS yang dikomandoi AH Nasution semakin terang ketika Pimpinan MPRS, 16 Februari 1967, mengeluarkan Keputusan No. 13/B/1967 tentang Tanggapan Terhadap Pelengkapan Pidato Nawaksara, yang isinya: MENOLAK PELENGKAPAN PIDATO NAWAKSARA. Alasan penolakan Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara oelh MPR karena tidak memenuhi harapan anggota-anggota MPRS dan bangsa pada umumnya. Dalam dua pertanggung jawaban tersebut tidak dijelaskan terperinci kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi G30S/PKI, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak. Tanggapan ini benar-benar mengecewakan Soekarno. Padahal, pemangku Panglima Tertinggi Angkatan Bersentaja ini berpikir sudah memberikan jawaban yang jujur, memenuhi harapan dari apa yang ditanyakan, serta sesuai persayaran yuridis.

Empat hari kemudian, demi kesatuan bangsa dan mencegah konflik horisontal antar pendukung, Presiden Soekarno memberikan pegnumuman, yang isinya antara lain: KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/MANDATARIS MPRS/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, Setelah menyadari bawha konflik politik yang terjadi dewasa ini perlu segera diakhiri demi keselamatan Rakyat, Bangsa dan Negara, maka dengan ini mengumumkan: Kami, Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa Undang-undang Dasar 1945. Kedua: Pengemban Ketetapan MPRS NO. IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden, setiap waktu dirasa perlu. Ketiga Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia, para Pemimpin Masyarakat, segenap Aparatur Pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjga dan menegakkan revolusi dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas Pengemban Ketetapan MPRS NO. IX/MPRS/1966 seperti tersebut diatas. Keempat: Menyampaikan dengan penuh rasa tanggung-jawab pengumuman ini kepada Rakyat dan MPRS. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi Rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila." Pengumuman ini ditandatangani Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPR/Panglima Tertinggi ABRI.

Tak mau menunggu lama, MPRS dalam sidang istimewa pada awal Maret 1967 mengeluarkan salah satu ketetapan penting, yakni TAP MPR No. XXXIII/MPRS/1967, yang berkesimpulan mencabut kekuasaan Soekarno, dan sekaligus mengangkat Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret, Jendral Soeharto sebagati Pejabat Presiden hingga Pemilihan umum dilaksanakan. Semenjak itu, pengaruh Soekarno dan pendukungnya diperlemah secara bertahap.

Seperti halnya pledoi Indonesia Menggugat yang dibacakan Soekarno di depan Landraan Bandoen, pidato Nawaksara beserta Pelengkap Nawaksara ditolak majelsi yang memiliki kepentingan politik. Dua pidato Soekarno yang berjarak 36 Tahuni ini sam-sama menyimpan gelegak amarah. Dulu tahun 1930, ditujukan pada pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Kini, 1966 ditujukan kepada sekolompok "pemain politik" yang menuduhnya terlibat Gerakan 30 September.

Walau tergusur dari tampuk kekuasaan, pengaruh Soekarno masih terus terpelihara dalam benak orang-orang yang tersisih kaum marhaen. Kaum marhaen yang selalu diperjuangkan kemerdekaannya sebagai manusia oleh Sang Putra Fajar, Bung Karno. Sebaliknya, bagi para marhaen, Bung Karno ialah spirit untuk terus berjuang melawan kemiskinan dan kebodohan.

Siapa yang Bertanggungjawab

Kenapa saya saja yang diminta pertanggungan-jawab atas terjadinya G-30-S
atau yang saya namakan Gestok itu?
Tidakkah misalnya Menko Hankam (waktu itu) juga bertanggung jawab?
Sehubungan dengan ini saya menanya:

Siapa yang bertanggung jawab atas usaha membunuh Presiden-Pangti
dengan penggranatan hebat di Cikini?
Siapa yang bertanggung jawab atas usaha membunuh saya dalam "peristiwa Idhul Adha?"
Siapa yang bertanggung jawab atas pembrondongan dari pesawat udara kepada saya oleh Maukar?
Siapa yang bertanggung jawab atas penggranatan kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggung jawab atas pemortiran kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggung jawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di dekat gedung Stanvac?
Siapa yang bertanggung jawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di sebelah Cisalak?
Dan lain-lain

Syukur Alhamdulillah, saya dalam semua peristiwa itu dilindungi oleh Tuhan! Kalau tidak,
Tentu saya sudah mati terbunuh! Dan mungkin akan Saudara namakan "tragedi nasional" pula.
Tetapi sekali lagi saya menanya:
Kalau saya disuruh bertanggung jawab atas terjadinya G-30-S,
maka saya menanya: siapa yang harus dimintai pertanggungjawab atas usaha pembunuhan
kepada Presiden/Pangti, dalam tujuh peristiwa yang saya sebutkan di atas itu?
Kala bicara tentang "Kebenaran dan Keadilan"
maka saya pun minta, "Kebenaran dan Keadilan"!

Ir. Soekarno, Pelengkapan Pidato Nawaksara, Jakarta, 10 Januari 1967. 
(Ramdan Mubarok)

Minggu, 05 Juni 2011

Teks Pidato Bung Karno (1 Juni 1945) - Bagian Satu

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Satu kelebihan para founding fathers ..... keluasan wawasan dan bacaan mereka. Bacaan yang multikultural dan multi ideologi, membuat mereka tidak terjebak secara fanatik pada satu ideologi dan kultur saja. Sesuatu yang sulit dicari pada figur belakangan ini (Taufik Abdullah)

Paduka tuan Ketua yang mulia! Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menepati permintaan Paduka tuan Ketua yan mulia. Apakah permintan Paduka tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepad sdang Dkuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nati akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan: Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”. Merdeka buat saya ialah “political independence”, politieke onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini “zwaarwichtig” akan perkara yang kecil-kecil “Zwaarwichtig” sampai kata orang Jawa “jelimet”. Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan. Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.

Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya! Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai jelimet! Maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu. Bacalah buku Amstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka.

Lihatlah pula jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih daripada 80% tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan! Maaf, PT Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya buku, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, sampai di lobang kubur! (tepuk tangan riuh)

Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 33 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Maka di dalam risalah tahun 33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politike onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah suatu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.

Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, in one night only! kata Amstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirkan Saudi Arabia Merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riyad dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian daripada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade, yaitu orang Badui, diberi pelajaran bercocok-tanam. Nomade diubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, semuanya di seberang jembatang. Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr? Apa ia telah mempunya radio-station, yan menyundul ke angkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis?

Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Greche, baru mengadakan Djnepprprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat, jikalau tuan-tuan demikian, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda itu semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!!! (Tepuk tangan riuh).

Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahl semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka Sekarang, sekarang, sekarang! (Tepuk tangan riuh). Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political Independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti denga orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, in one night, di dalam satu malam!

Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Mereka? (Seruan audiens: Tidak! Tidak!). Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balantentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka! (Tepuk tangan audiens menggemparkan).

Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbeaan antara Sovyet Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negaranya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka. (Tepuk tangan riuh).

Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi, yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin. Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu tempat tidur. Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: kawin.

Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dn Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara! (tepuk tangan, dan tertawa). Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamany! (tertawa).

Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, saudara-saudara sekalian. Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian PT Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekan Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka! (tepuk tangan riuh). Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam Sovyet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet Rusia satu persatu. Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: Kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu, “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”

Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.

Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internasionaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internasionaalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahan, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia merdeka. Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka atau tidak? Mau merdeka atau tidak? (Hadirin serempak menjawab: Mauuu!) – (Bersambung)
Sumber : Adnan Buyung Nasution (1997) & Buku Putih Setneg (1997)