Jakarta Warnawarni News, 7/2/11
Senin pekan ini saya ketemu dengan salah seorang pengurus pembebasan lahan di Pulau Galang, ia sangat menyesalkan penolakan pemerintah pusat rencana dikembangkannnya Pulau Galang sebagai daerah ekslusiv. Alasannya tidak jelas dan bertele-tele, maka dianggapnya alasan itu sebagai tindakan tidak profesional.
Dengan penolakan dkembangkannya Pulau Galang yang dulunya tempat pengungsian Vietnam ini, berarrti pemerintah tidak bersedia diajak maju dalam membangun di setiap daerah, padahal ini merupakan peluang bagus bagi pemerintah dan masyarakat sekitar Pulau Galang. Sehingga diharapkan masyarakat sekitar bisa menikmati kemajuan di daerahnya dan mengambil peluang usaha mandiri di daerahnya.
Sesuai rencana, bahkan lokasi ini sudah di mapping, akan dijadkan area eksklusive, dibangun sarasana dan prasarana mewah. Kalau orang Indonesia bisa membeli rumah dan apartemen di Singapra dan Malaysia misalnya, kenapa kita tidak membangun area yang bisa dijadikan tempat istirahatnya orang luar, jika memang tidak boleh dijual, bisa saja disewakan.
Pemerintah tidak perlu keluarkan biaya, inilah rencana pengusaha asal Jakarta membanguan area ekslusive di Pulau Galang, tetapi yang diminta adalah perizinannya saja. Segala biaya yang timbul akibat pembangunan lokasi itu, ditanggung sang pengusaha dan pengusaha bersedia dalam kurun waktu sekian tahun, area itu bisa menjadi milik pemerintah.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana masyarakat Kepulauan Riau umumnya dan sekitar Pula Galang khususnya menghadapai persoalan ini? Jika memang menghendaki dikembangkannya Pulau Galang, silahkan mendesak kepada pemerintah pusat. Sementara pengusaha yang berminat membangun area itu, dengan sangat kesal dan belum diketahui apakah masih berminat atau tidak lagi. Diakuinya, biaya yang dkeluarkan dalam pemetaan lokasi tidaklah kecil, namun tiba-tiba pemerintah tidak setuju.(ara/9/2/11)
Senin pekan ini saya ketemu dengan salah seorang pengurus pembebasan lahan di Pulau Galang, ia sangat menyesalkan penolakan pemerintah pusat rencana dikembangkannnya Pulau Galang sebagai daerah ekslusiv. Alasannya tidak jelas dan bertele-tele, maka dianggapnya alasan itu sebagai tindakan tidak profesional.
Dengan penolakan dkembangkannya Pulau Galang yang dulunya tempat pengungsian Vietnam ini, berarrti pemerintah tidak bersedia diajak maju dalam membangun di setiap daerah, padahal ini merupakan peluang bagus bagi pemerintah dan masyarakat sekitar Pulau Galang. Sehingga diharapkan masyarakat sekitar bisa menikmati kemajuan di daerahnya dan mengambil peluang usaha mandiri di daerahnya.
Sesuai rencana, bahkan lokasi ini sudah di mapping, akan dijadkan area eksklusive, dibangun sarasana dan prasarana mewah. Kalau orang Indonesia bisa membeli rumah dan apartemen di Singapra dan Malaysia misalnya, kenapa kita tidak membangun area yang bisa dijadikan tempat istirahatnya orang luar, jika memang tidak boleh dijual, bisa saja disewakan.
Pemerintah tidak perlu keluarkan biaya, inilah rencana pengusaha asal Jakarta membanguan area ekslusive di Pulau Galang, tetapi yang diminta adalah perizinannya saja. Segala biaya yang timbul akibat pembangunan lokasi itu, ditanggung sang pengusaha dan pengusaha bersedia dalam kurun waktu sekian tahun, area itu bisa menjadi milik pemerintah.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana masyarakat Kepulauan Riau umumnya dan sekitar Pula Galang khususnya menghadapai persoalan ini? Jika memang menghendaki dikembangkannya Pulau Galang, silahkan mendesak kepada pemerintah pusat. Sementara pengusaha yang berminat membangun area itu, dengan sangat kesal dan belum diketahui apakah masih berminat atau tidak lagi. Diakuinya, biaya yang dkeluarkan dalam pemetaan lokasi tidaklah kecil, namun tiba-tiba pemerintah tidak setuju.(ara/9/2/11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar