Kamis, 17/11/2011 23:37 WIB
Vera Farah Bararah - detikHealth
dr Boyke (foto: detikHealth)
Jakarta, dr Boyke Dian Nugraha akhirnya menjelaskan kronologi yang sebenarnya terjadi pada kasus yang menimpa dirinya. Ia menuturkan bahwa hal yang memberatkan dirinya karena ia dianggap praktik tanpa memiliki surat praktik, dan ia pun menyadari kelalaiannya dalam mengurus surat izin praktik tersebut.
Sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) pada Kamis siang tadi memutuskan mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr Boyke Dian Nugraha, SpOG selama 6 bulan mulai Kamis 17 November 2011. Dengan pencabutan STR tersebut, seharusnya dokter Boyke tidak bisa praktik selama 6 bulan.
dr Boyke mengungkapkan peristiwa ini terjadi tahun 2008. Diawali dari datangnya seorang pasien Ny S ke tempat praktiknya Klinik Pasutri di Tebet Jakarta. Si pasien mengaku sudah mencari dr Boyke kemana-mana termasuk ke Dharmais hingga akhirnya ketemu di klinik pasutri ini. Pasien ini datang dengan rasa sakit dan sudah 2 kali operasi di Cikini tapi dokternya sudah meninggal.
"Dia mau operasi di klinik pasutri, saya bilang ini bukan rumah sakit jadi tidak bisa, tapi dia tetap maunya sama saya. Akhirnya saya bilang yuk, saya bikin surat rujukan," ujar dr Boyke Dian Nugraha dalam konferensi persnya di Klinik Pasutri, Tebet, Kamis (17/11/2011).
dr Boyke mengungkapkan hal yang membuatnya trenyuh adalah ketika pasien ini bilang 'Dok, saya jauh-jauh dari Jambi, tiap tengah malam saya sembahyang dan yang tertampak wajah dokter, tolonglah dokter bantu saya'.
Akhirnya dr Boyke pun merujuk ibu S ke rumah sakit di sebuah kawasan Gandaria Jakarta Selatan, yang mana ada adik ipar dr Boyke di rumah sakit tersebut, sehingga ia berharap bisa ikut menemani ibu ini saat di operasi. Karena kalau di tempat lain ia tidak mengenal dokternya.
dr Boyke pun mendampingi selama operasi, ia pakai baju (baju operasi) dan tim dokter operasi juga sudah ada. Pada waktu itu ketika dibuka kondisinya memang sulit, sebab ada kista, myom dan perlengketan karena sudah 2 kali operasi, tapi karena ada dokter bedah digestif maka bisa ditolong.
"Setelah selesai saya bilang ke ibu itu, 'Sudah ya saya sudah merujuk dan menemani, sampai disini saja' lalu saya pulang. Mungkin karena sudah 3 kali operasi jadi ada komplikasi," ujarnya.
Hingga akhirnya dr Boyke pun kembali di-SMS karena kondisi ibu tersebut yang memburuk, lalu disarankan untuk dipindah ke RSPI. Saat itu dr Boyke pun sudah mendatangi dan menengoknya hanya sebagai dokter yang merujuk saja. Diketahui bahwa ususnya harus diangkat tapi sekarang kondisinya sudah sembuh dan sehat.
"Tapi setelah 1,5 tahun kemudian, dia melaporkan kasus ini ke MKDKI, saya bingung kenapa kok sampai ada saya dalam laporan itu. Yang melaporkan anaknya katanya ingin memberi pelajaran pada dr Boyke supaya lebih care karena mungkin dulu saya sering pergi-pergi. Tapi kan saya cuma merujuk dan yang operasi ada tim yang lain bukan saya, darisitulah saya mulai dipanggil-panggil," ungkapnya.
dr Boyke mengungkapkan bahwa setelah operasi ia bilang pada ibu itu kalau ada apa-apa tolong telepon dirinya. Begitu kondisinya memburuk ia pun turut berdoa hingga akhirnya berkat pertolongan Tuhan ibu itu bisa sembuh. Tapi dr Boyke tidak mengerti kenapa ia dilaporkan, bahkan ia sudah sms dan datang ke rumah ibu itu untuk meminta maaf.
"Saya hanya merujuk, pasiennya sendiri yang datang dan minta didampingi, saya suruh ke Dharmais ia tidak mau, apalagi sih yang saya enggak penuhi, saya harus bagaimana lagi. Kok malah 1,5 tahun mereka baru menuntut, kenapa tidak setelah itu saja. Yah saya tidak mengerti," jelas Boyke.
dr Boyke menjelaskan yang membuat kesalahannya berat itu karena surat izin praktik di klinik Pasutri miliknya belum keluar, tapi ia sudah praktik. Izin praktik yang lama keluar itu menurutnya karena ada kebijakan Pemda DKI yang menyebut perumahan tidak boleh dijadikan tempat usaha/praktek. Ia mengungkapkan ada prosedur yang panjang, karena dulu ia sudah punya izin praktik jadi ia berpikir kenapa masih harus urus-urus lagi.
"Saya sudah urus tapi masih ada yang kurang karena macam-macam kan syaratnya, nah itulah kelalaian saya sehingga saya dianggap berpraktik tapi tidak punya izin praktik. Padahal saya sudah jelaskan kalau saya sudah urus tapi kan itu butuh proses," imbuhnya.
Namun kasus ini terus bergulir dan setelah 3,5 tahun akhirnya keluar keputusan dr Boyke direkomendasikan akan dibekukan STR (Surat Tanda Registrasi) nya. Tapi ia akan tetap melakukan pembelaan.
"MKDKI menjelaskan tidak ada malpraktik, hanya pelanggaran disiplin karena dr Boyke itu tidak mengurus lagi atau tidak memperpanjang surat izin praktiknya dan kasus ini tidak bisa dibawa ke lajur hukum karena ini masalah etika, jadi saksinya administrasi dan mau direkomendasikan untuk dibekukan STR-nya," ungkapnya
dr Boyke menuturkan izin praktik ini sudah diurus tapi memang butuh waktu lama dan belum selesai, lalu keburu datang kasus ini. Tapi ia mengungkapkan yang terpenting adalah sudah ada niat untuk mengurusnya dan ada buktinya bahwa dalam proses itu tidak terselesaikan karena ada kendala.
"Kalau memang enggak boleh praktik, saya akan berhenti. Tapi kalau di klinik pasutri ini ada orang yang mau minta tolong saya akan bantu karena saya dokter dan saya punya ijazah yang bukan ijazah palsu," ujarnya.
dr Boyke pun mengaku pasrah dan ikhlas dalam menjalani kasus ini, ia berpikir mungkin harus lebih hati-hati, karena sejak tahun 1982 ia menjadi dokter sampai saat ini, baru sekarang ada kasus ini. Ia pun berpikir pasti ada hikmah dibalik semua masalah ini.
Meski begitu dr Boyke pun menyadari ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari kejadian ini yaitu mungkin ia masih kurang menjelaskan lebih banyak lagi pada pasien bahwa kalau merujuk itu dokter hanya menemani dan bukan jadi tim dokter operasi, klinik itu bukan untuk operasi karena tempat operasi itu di rumah sakit dan dokter tidak bisa datang ke suatu tempat terus lakukan operasi disana karena ada area-area tertentu yang mungkin belum dimengerti pasien.
"Satu hal yang pasti tidak ada 1 dokter pun yang mau membuat pasiennya sengsara dan saya tidak menyesali yang sudah terjadi, saya jalani saja dan saya ikhlas," ujar dr Boyke.
Ia pun mengaku kasus yang dialaminya ini tidak menghambat karirnya, ia akan tetap menjadi presenter di salah satu stasiun TV dan tetap memberikan ceramah di seminar-seminar.(ver/ir)
Sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) pada Kamis siang tadi memutuskan mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr Boyke Dian Nugraha, SpOG selama 6 bulan mulai Kamis 17 November 2011. Dengan pencabutan STR tersebut, seharusnya dokter Boyke tidak bisa praktik selama 6 bulan.
dr Boyke mengungkapkan peristiwa ini terjadi tahun 2008. Diawali dari datangnya seorang pasien Ny S ke tempat praktiknya Klinik Pasutri di Tebet Jakarta. Si pasien mengaku sudah mencari dr Boyke kemana-mana termasuk ke Dharmais hingga akhirnya ketemu di klinik pasutri ini. Pasien ini datang dengan rasa sakit dan sudah 2 kali operasi di Cikini tapi dokternya sudah meninggal.
"Dia mau operasi di klinik pasutri, saya bilang ini bukan rumah sakit jadi tidak bisa, tapi dia tetap maunya sama saya. Akhirnya saya bilang yuk, saya bikin surat rujukan," ujar dr Boyke Dian Nugraha dalam konferensi persnya di Klinik Pasutri, Tebet, Kamis (17/11/2011).
dr Boyke mengungkapkan hal yang membuatnya trenyuh adalah ketika pasien ini bilang 'Dok, saya jauh-jauh dari Jambi, tiap tengah malam saya sembahyang dan yang tertampak wajah dokter, tolonglah dokter bantu saya'.
Akhirnya dr Boyke pun merujuk ibu S ke rumah sakit di sebuah kawasan Gandaria Jakarta Selatan, yang mana ada adik ipar dr Boyke di rumah sakit tersebut, sehingga ia berharap bisa ikut menemani ibu ini saat di operasi. Karena kalau di tempat lain ia tidak mengenal dokternya.
dr Boyke pun mendampingi selama operasi, ia pakai baju (baju operasi) dan tim dokter operasi juga sudah ada. Pada waktu itu ketika dibuka kondisinya memang sulit, sebab ada kista, myom dan perlengketan karena sudah 2 kali operasi, tapi karena ada dokter bedah digestif maka bisa ditolong.
"Setelah selesai saya bilang ke ibu itu, 'Sudah ya saya sudah merujuk dan menemani, sampai disini saja' lalu saya pulang. Mungkin karena sudah 3 kali operasi jadi ada komplikasi," ujarnya.
Hingga akhirnya dr Boyke pun kembali di-SMS karena kondisi ibu tersebut yang memburuk, lalu disarankan untuk dipindah ke RSPI. Saat itu dr Boyke pun sudah mendatangi dan menengoknya hanya sebagai dokter yang merujuk saja. Diketahui bahwa ususnya harus diangkat tapi sekarang kondisinya sudah sembuh dan sehat.
"Tapi setelah 1,5 tahun kemudian, dia melaporkan kasus ini ke MKDKI, saya bingung kenapa kok sampai ada saya dalam laporan itu. Yang melaporkan anaknya katanya ingin memberi pelajaran pada dr Boyke supaya lebih care karena mungkin dulu saya sering pergi-pergi. Tapi kan saya cuma merujuk dan yang operasi ada tim yang lain bukan saya, darisitulah saya mulai dipanggil-panggil," ungkapnya.
dr Boyke mengungkapkan bahwa setelah operasi ia bilang pada ibu itu kalau ada apa-apa tolong telepon dirinya. Begitu kondisinya memburuk ia pun turut berdoa hingga akhirnya berkat pertolongan Tuhan ibu itu bisa sembuh. Tapi dr Boyke tidak mengerti kenapa ia dilaporkan, bahkan ia sudah sms dan datang ke rumah ibu itu untuk meminta maaf.
"Saya hanya merujuk, pasiennya sendiri yang datang dan minta didampingi, saya suruh ke Dharmais ia tidak mau, apalagi sih yang saya enggak penuhi, saya harus bagaimana lagi. Kok malah 1,5 tahun mereka baru menuntut, kenapa tidak setelah itu saja. Yah saya tidak mengerti," jelas Boyke.
dr Boyke menjelaskan yang membuat kesalahannya berat itu karena surat izin praktik di klinik Pasutri miliknya belum keluar, tapi ia sudah praktik. Izin praktik yang lama keluar itu menurutnya karena ada kebijakan Pemda DKI yang menyebut perumahan tidak boleh dijadikan tempat usaha/praktek. Ia mengungkapkan ada prosedur yang panjang, karena dulu ia sudah punya izin praktik jadi ia berpikir kenapa masih harus urus-urus lagi.
"Saya sudah urus tapi masih ada yang kurang karena macam-macam kan syaratnya, nah itulah kelalaian saya sehingga saya dianggap berpraktik tapi tidak punya izin praktik. Padahal saya sudah jelaskan kalau saya sudah urus tapi kan itu butuh proses," imbuhnya.
Namun kasus ini terus bergulir dan setelah 3,5 tahun akhirnya keluar keputusan dr Boyke direkomendasikan akan dibekukan STR (Surat Tanda Registrasi) nya. Tapi ia akan tetap melakukan pembelaan.
"MKDKI menjelaskan tidak ada malpraktik, hanya pelanggaran disiplin karena dr Boyke itu tidak mengurus lagi atau tidak memperpanjang surat izin praktiknya dan kasus ini tidak bisa dibawa ke lajur hukum karena ini masalah etika, jadi saksinya administrasi dan mau direkomendasikan untuk dibekukan STR-nya," ungkapnya
dr Boyke menuturkan izin praktik ini sudah diurus tapi memang butuh waktu lama dan belum selesai, lalu keburu datang kasus ini. Tapi ia mengungkapkan yang terpenting adalah sudah ada niat untuk mengurusnya dan ada buktinya bahwa dalam proses itu tidak terselesaikan karena ada kendala.
"Kalau memang enggak boleh praktik, saya akan berhenti. Tapi kalau di klinik pasutri ini ada orang yang mau minta tolong saya akan bantu karena saya dokter dan saya punya ijazah yang bukan ijazah palsu," ujarnya.
dr Boyke pun mengaku pasrah dan ikhlas dalam menjalani kasus ini, ia berpikir mungkin harus lebih hati-hati, karena sejak tahun 1982 ia menjadi dokter sampai saat ini, baru sekarang ada kasus ini. Ia pun berpikir pasti ada hikmah dibalik semua masalah ini.
Meski begitu dr Boyke pun menyadari ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari kejadian ini yaitu mungkin ia masih kurang menjelaskan lebih banyak lagi pada pasien bahwa kalau merujuk itu dokter hanya menemani dan bukan jadi tim dokter operasi, klinik itu bukan untuk operasi karena tempat operasi itu di rumah sakit dan dokter tidak bisa datang ke suatu tempat terus lakukan operasi disana karena ada area-area tertentu yang mungkin belum dimengerti pasien.
"Satu hal yang pasti tidak ada 1 dokter pun yang mau membuat pasiennya sengsara dan saya tidak menyesali yang sudah terjadi, saya jalani saja dan saya ikhlas," ujar dr Boyke.
Ia pun mengaku kasus yang dialaminya ini tidak menghambat karirnya, ia akan tetap menjadi presenter di salah satu stasiun TV dan tetap memberikan ceramah di seminar-seminar.(ver/ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar