Sabtu, 15 Oktober 2011

Pak Akmal Peduli Kaum Bawah (2)


Satu hal yang selalu saya ingat dari sosok Pak Akmal selama belasan tahun saya bersamanya mengembangkan Koran Sijori Pos-sekarang Batam Pos, saya tidak boleh mempesoalkan “gaji”. Maka selama bersamanya, bahkan bisa dikatakan sangat dekat dengannya, amanah ini selalu saya jaga dan memang selama belasan tahun di Sijori Pos, saya tidak pernah mengusiknya.

Setahu saya, Pak Akml bukan sekedar berjuang mengembangkan Sijori Mandiri di Bintan, akan tetapi bisa dikatakan se Kepulauan Riau. Untuk merekrut wartawan dan karyawanpun, tangan, pikiran dan nuraninya sangat berperan, dan umumnya mereka berhasil hingga kini.

Tidak cuma di dunia pers perannya, beliau cukup aktif di ranah politik, dengan tangannya yang lincah, tulisan-tulisan tajam dan kritia selalu menghiasi halaman Koran Sijori Pos saat itu. Tidak bisa dibantah, beberapa tokoh politik PDIP di Kepri yang kini duduk di kursi empuk, tidak lepas dari perjuangannya. Maka tidak heran jika kepergiannya yang terakhir, banyak tokoh politik di Kepri yang turut mengantarkan hingga ke pemakaman.

Suatu ketika saya menyatakan mundur dari Sijori Pos yang grup Jawa Pos ini, dan ini membuat Pak Akmal sangat terkejut, tetapi belia juga memaklumi alasan-alasan yang saya sampaikan kepadanya. Maka terjadilah curhat antara saya dengan beliau saat itu. Usia saya dengan beliau terpaut 18 tahun, maka hubungan kami seperti seorang anak dengan bapak, seorang teman dan juga seperti adik kakak.

Ini hanya dua contoh kecil yang perlu saya paparkan betapa pedulinya beliau dengan orang bawah dan nol pendidikan maupun pengetahun. Baginya, pendidikan bukan menjadi penghalan setiap orang untuk maju, tetapi semangat belajar harus tetap menjadi kunci utamanya.

Rio, yang saat ini masih bekerja di Batam Pos, siapa dia sebenarnya, dia adalah pemuda apa adanya dari sebuah pulau di Kepri. Bergabung dengan Sijori Pos saat itu hanya sebagai pembantu, artinya seorang Rio tidak berhak ikut campur urusan pekerjaan di dalam kantor redaksi Sijori Pos Bintan.

Lalu bagaimana Rio bisa sampai menguasai dunia IT dan berperan penting di Batam Pos, inilah suatu keunikan Pak Akmal dalam mengubah seseorang menjadi maju. Dengan sengaja beliau menyuruh Rio untuk belajar computer, padahal saat itu Rio tidak pernah mengerti computer, karena sehri-hari hanya bekerja memegang sapu dan cangkir. Dengan keberhasilan seorang Rio ini, Pak Akmal tidak berharap apa-apa, tetapi kebahagiaan dan kepuasan seorang Akmal tidak bisa dibeli dengan rupiah.

Satu lagi, La Umpa, pemuda hitam asal Buton ini saat itu bekerja sebagai Satpam, dan sekarang bukan main, Pak Akmal telah mengantarkan La Umpa menjadi seorang ahli yang menguasai mesin percetakan di Batam Pos. La Umpa bisa dikatakan sebagai orang nomor satu terkait mesin percetakan ini, tenaga dan keahliannya sangat diperlukan.

Kemudian siapa yang ikut diperjuangkan nasibnya oleh Pak Akmal di dunia politik? Tidak perlu saya paparkan, tetapi kebanyakan masyarakat Bintan telah mengetahuinya. Pak Akmal dalam membantu setiap orang memang tidak cukup dengan kata-kata, tak jarang terkadang materi juga dikucurkan. Beliau terkadang tidak memperdulikan diri sendiri, asalkan yang diperjuangkan itu berhasil dan jangan coba-coba menyakiti dan atau salah dalam bertindak. Pak Akmal juga tidak segan-segan dan tidak ragu menulis habis-habisan.

Dalam menulis sesuatu, beliau tidak mau tahu siapa yang menjadi obyek persoalan, jangankan orang lain, saudara sendiri juga ditulis tuntas. Tujuannya menulis bukan untuk membunuh karakter seseorang, tetapi hanya sebatas mengingatkan orang dimaksud.

Beliau juga sangat pantang di tantang, disepelekan, dan jika ini terjadi tinggal menunggu saja kabarnya di media cetak. Jika media cetak local tidak mau menerbitkan, beliau tidak kurang akal, beliau melayangkan tulisannya di media nasional. Maka sangat sulit orang memprediksi beliau saat itu, dikira hanya wartawan local, tetapi ternyata mampu menulis di media nasional yang cukup dikenal.

Suatu ketika, beliau pernah bercerita dengan saya soal tulisannya yang disepelakan orang cukong pembalak kayu. “Apa tulisan kamu, gak bener itu, gua gak takut, koran local saja sok hebat, semua sudah saya atur, kamu juga tidak akan bisa apa-apa, tulislah tiap hari, biar terkenal,” cerita Pak Akmal saat itu.

Bagaimana beliau menyelesaikan persoalan ini, dengan diam-diam beliau menulis beritanya di Koran nasional, kemudian diam-diam pula beliau berani mengucurkan uang untuk mengajak tim kejaksaan turun ke sebuah pulau dan langsung meringkus cukong pembalak kayu. Dengan demikian, tulisan beliau semakin gencar dan laku dibaca orang. Melihat kenyataan ini, si cukong pembalak kayu benar-benar angkat tangan dan meminta maaf. Selesai kasusnya? Tidak, karena hokum harus tetap dijalankan. (Alan-bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar