Sriwidada Putu Gedhe Wijaya membuat dokumen.
SALAM BUDAYA! Diiringi doa dan harapan “JAYA – RAHAYU – WIDADA – MULYA” dunia & akherat semoga terlimpahkan kepada kita beserta kulawangsa besarnya termasuk seluruh bangsa Nusantara tercinta ini. Amien.
Sebagaimana janji kawula ijinkalah pada saat menjelang TAHUN BARU SAJA JAWA/HIJRYAH terdapat endapan hikmah yang seyogyanya dikauningani sebagai pewaris dan anak - anak budaya!
Sebelum menelaah tentang SURO ijinkanlah kawula menghaturkan 'MAHARGYA WARSA ENGGAL 1 SURO 1945/1 MUHARAM 1433, SINENGKALAN "PANCASILA KARTINING HAMBUKA NUSWANTARA" & SURYA SENGKALANYA : "NETRO SABDOPALON NOYO GENGGONG SUNYA PASURYAN" DIIRINGI SESANTI : "SURO DIRO JAYANIKANANGRAT SWUH BRASTHA TEKAB ING ULAH DHARMASTUTI" SEMOGA "JAYA - JAYA - JAYA WIJAYANTI TETEP JAYA NGADEPI BEBAYA". AMIEN!
Tahun Saka Jawa 1944 dan atau Hijriah 1432 segera akan berganti memasuki jantranya jagad mulai Minggu Wage yang bertepatan dengan tanggal 27 November 2011 (pekem : Asapon = Alip, Selasa Pon/Wungadge = Wawu Nga’ad Wage, bukan Aboge = Alip Rebo Wage/Wunenwon = Wawu Senin Kliwon) yang akan menyembulkan sebuah harapan dan tantangan serta rintangan baru seiring titi mangsa yang menghebohkan dunia yakni : “KIAMAT 21 DESEMBER 2012” sebagaimana Ramalan Suku “MAYA” yang telah di dahului oleh berbagai fenomena alam dan revolusi di Benua Afrika yang dipicu oleh “TEHNOLOGI DUNIA MAYA” yang eloknya mampu menggerakkan insane – insane di seluruh dunia yang mendambakan perubahan dan eloknya telah sukses menggulingkan beberapa presiden yang dianggapnya dictator dan atau koruptor, patut diwaspadai.
\
Uniknya Negeri Paman Sam sendiri sebagai Begawan “Kapitalisme”, mendapat karmanya sendiri dengan “keruntuhan ekonomi global yang kapitalistik”, yang justru oleh masyarakatnya sendiri sedang digugatnya sejak medio September 2011 yang hingga kini masih berlangsung dan makin massif di seluruh Negara Bagian AS. Bahkan imbasnya telah pula melumatkan perekonomian pada masyarakat MEE yang segera merembet ke Benua Kangguru. Belum lagi muculnya “Global Warming” dan “prahara alam” yang saling susul – menyusul di seluruh penjuru dunia. Nusantara justru menjadi “titik silang bencana” sebagai ekses adanya “Cincin – Api” yang diramalkan akan terjadi maha bencana hanya waktu dan lokasi yang masih belum diketahuinya.
Berkenaan dengan “PERMAYAAN”, bangsa ini sangat bersyukur karena secara mitologis masyarakat Jawa justru memiliki “Biangnya Maya” yakni “SANG HYANG (IS)MAYA” atau dalam dunia pewayangan disebutnya dengan KI LURAH SEMAR BADRANAYA, yang berdasa - nama : Janabadra, Dhudha Manang – Munung, Janggan Asmarasanto, Smara, Ismara, Nayantaka, Jagad Wungku, Jati Wasesa, Janggan Asmarasanto. Yang dalam mitos emperior Majapahit beliau manitis – tumimbal balik menjadi sosok abdi dari seorang Raja Brawijaya Pamungkas (V) yang bergelar Prabhu Alit Aria Angkawijaya, Brekertabhumi (1474 – 1478) yang dikenal dengan sebutan ‘SABDO PALON NOYO GENGGONG’ yang secara filosofis bermakna ‘FIRMAN TUHAN NAN ABADI”.
Alkisah sang abdi kinasih lebih suka memisahkan diri karena sang raja ngrasuk agama rasul yakni “ISLAM” yang dipaksa oleh R. Patah, (Sang Adipati Demak Bintara yang tak lain adalah putranya sendiri dengan putri Campa - Adwarawati ) sambil menyampaikan supatanya bahwa “Manakala 500 tahun kemudian hegomoni Islam tidak mampu mewujudkan suatu kehidupan yang rahmatan lil alamin yang gemah ripah loh jinawi toto titi tentrem kerta tur raharja, maka hegomoni tersebut akan dicabutnya dan digantikan dengan ‘AGAMA BUDI – AGAMA ISLAM SEJATI – AGAMA KELUHURAN BUDI PEKERTI” yang kita kenal dengan idiologi – way of life, filosofi bangsa, pandangan hidup bangsa, dasar Indonesia Merdeka, measurement quality tool atas peri kehidupan berbangsa & bernegara yakni ‘PANCASILA” YANG BERMANIFESTOKAN “BHINNEKA TUNGGAL IKA”.
Adanya militansi kelompok Islam garis keras atau transnasional yang telah tampil dengan garang & sangar yang menakutkan masyarakat dengan aksi terror, bom dan bom buku serta bom bunuh diri yang tak lagi pilih – pilih mangsa serta upaya menjadikan Nusantara ini sebagai Negara Agama bahkan MUI pun ikut terprovokasi “MENGHARAMKAN DOA BERSAMA DALAM BENTUK MUSLIM & NON MUSLIM BERDOA SECARA SERENTAK HUKUMNYA HARAM”, sungguh mengancam kelangsungan Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu – satunya Negara di kolong langit yang mendasarkan kepada ‘tauhid” (pengesaan TUHAN) yang telah terpaterikan di dalam PANCASILA dengan juklaknya pasal 29 UUD 1945.
Dalam “Jangka Sabdopalon” – Noyogenggong kemunculannya ditandai dengan “mengalirnya lahar (dingin) Gunung Merapi ke arah Barat Daya” dimana telah terjadi sejak meletus pada 26 Oktober 2010 yang hingga kini miliaran lahar dan pasir serta batu – batu sebesar rumah menerjang – terjang daerah Gumoyo, Magelang. Dan upaya kaum Nadliyin serta PKB dengan menggelar gerak jalan di seantero Jawa dengan thema “RESOLUSI JIHAT” nampaknya telah menggenapinya guna menyongsong abad baru “Abad spiritual – Zaman Baru Rabbani (Keluarga ALLAH) – Zaman Kristus (Zaman Kasih – Sayang)” setelah terlebih dahulu terjadi “GORO – GORO SINDHUNG RIWUT”.
Nah seiring tibanya Tahun Baru 1 Suro 1945 SJ (AJ) yang bertepatan dengan 1 Muharram 1433 H ada baiknya kita buka ruang hati kita guna menyimak keberadaan Kelender Khas Nusantara yang disebut sebagai Saka Jawa atau Kalender Sultan Agungan atau Kalender Mataraman ini yang penuh dengan pesan isoteris yang penuh misteri melingkubi perjalanan pribadi dan atau dalam berbangsa & bernegara selama setahun yang dimulai pada jam 1600 malam Minggu Wage 26 November 2011 hingga jam 1559 tanggal 16 November 2012.
Sajian ini bukanlah sebuah ramalan (‘iraafah) dan bukan pula sebagai perdukunan (kahanah) yang diharamkan oleh MUI kecuali hanya sekedar mengungkapkan apa yang telah diwariskan oleh para pujangga terdahulu yang dianugerahi sasmita – isaroh – pemahaman tentang sesuatu yang akan terjadi (informasi dini) oleh Birokrat TUHAN SERU SEKALIAN ALAM, melalui bahasa Alam sebagai ilmu titen. Juga sekedar membaca min aayaatillah atau ayat – ayat – NYA!
MARI MENGENAL KALENDER SAKA JAWA DAN MENGUAK MISTERI SURO 1945 SJ & EKSES RAMALAN KIAMAT PADA 21 DESEMBER 2012 OLEH SUKU MAYA"!
A. APA & KAPAN SERTA SIAPA PENCIPTA KALENDER SAKA JAWA (ANNO JAVANICO) ITU ?
Sultan Agung, sejak dini anti VOC, terbukti saat duta besarnya menemui Sultan Agung untuk menyampaikan selamat atas pengangkatan dirinya menggantikan Panembahan Seda Ing Krapyak, pada 1614, beliau telah memperingatkan sang duta besar bahwa : "Persahabatan yang sama – sama mereka inginkan 'tidak akan mungkin terlaksana apa bila VOC berusaha merebut tanah Jawa".
Raja yang heroic ini dengan kekuatan infantri dan armada laut serta prajurit Pajineman (intelegen) dengan gagah berani menggempur VOC yang berkedudukan di Batavia pada 1628 namun kalah. Toh tidak menyurutkan semangat juang fisabilillah sehingga pada 1629 penyerangan ke Batavia dengan markasnya di Matraman (Mataraman) diulangnya kembali, dimana selang 336 tahun seberang baratnya “Pegangsaan” (tempat menyimpan gong sebagai penanda serangan ke VOC?) di kediaman Bung Karno itu pada 17 Agustus 1945 atau 9 Pasa 1876 SJ (8 Ramdhan 1364 H, dideklarasikan “Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia”. Dan baru pada 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan wilayah yang terus mereka kankangi dengan berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) itu.
Namun akibat politik adu domba, "devide et impera" oleh pihak Belanda terciptalah musuh dalam selimut sehingga terjadilah pengkhianatan yang mengakibatkan amunisi prajurit Mataram, dibakar Belanda yang menyebabkan kegagalan lagi dalam menundukkan VOC. Sungguhpun demikian hasil gemilang prajurit Mataram dapat menewaskan Sang Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen pada 20 September 1629, sekalipun penyerangannya hanya kurang lebih 2 bulan saja. Namun oleh pihak VOC disiarkan bahwa ia meninggal karena serangan penyakit kolera. Bisa jadi hal ini dalam rangka menciptakan semangat perlawanan pihak Belanda sebagai tatktik phsycowar, perang intelegen guna tetap mempertahankan spirit & beteng VOC di Batavia agar tak tergoyahkannya.
Atas kekalahan demi kekalahan penyerangaan ke Batavia tersebut, Sultan Agung melakukan intropseksi – ektrospeksi – retrospeksi & sircumspeksi dengan senantiasa melakukan kontemplasi & menyadari kealpaannya yakni kurang melibatkan warga tradisional yang beragama Hindu – Buddha dan atau Syiwa Buddha tatwa. Oleh sebab itu untuk menyatukan seluruh elemen kawula Mataram dan guna membumikan agama Islam baik secara budaya dan politis serta religius, atas persetujuan Sunan Kali Jaga diciptakanlah penanggalan Saka Jawa, dengan menggabungkan antara Kalender Saka yang merupakan tahun surya (syamsiah) warisan nenek moyang yang adiluhung yang tak lepas dari budaya Hindu dengan kalender Hijriyah yang merupakan tahun candra (komariah) sebagai budaya Arab yang sinkretis menjadi kalender khas Mataram bersistem peredaran bulan (candra) yang disebut dengan “Saka Jawa atau Anno Javanico (AJ) atau Kalender Mataraman atau Kalender Sultan Agungan”. Yang bertepatan 1 Muharam 1043 H, ditetapkan pula sebagai permulaan Kalender Saka Jawa, 1 Suro 1555 atau kalender Masehinya, 7 Juli 1633. Harinya Jumat Legi, wuku Kulawu, Mangga Sri, tahun Alip, windu Kuntara.
Selama 120 tahun hingga tahun 1674 SJ disebutlah sebagai kurup “ALIP JAM’IYAH LEGI”, dimana tanggal 1 Muharam jatuh pada Jumat Legi. Kudian mulai 1675 bergantilah dengan kurup “ALIP KAMSIYAH KLIWON” yang berlangsung selama 74 tahun hingga tahun EHE 1748.
Segeralah berganti kurup “ARBA’IYAH WAGE” yang mulai tahun Jimawal tahun 1749, setiap tanggal 1 Muharram tahunnya Alip jatuh pada Rabo Wage yang berlangsung dalam kurun 118 tahun hingga sampai tahun Jimakir 1866 SJ. Kemudian mulai tahun 1867 SJ berganti menjadi kurup ALIP SALASIYAH PON, dimana setiap 1 Suro tahun Alip selalu jatuh pada SELASA PON yang akan berlangsung selama 120 tahun lagi hingga tahun Jimakir 1986 SJ. Yang lebih dikenal dengan system perhitungan “ASAPON” itu.
Kepiawaian Sultan Agung adalah mengikuti jejak Mpu Tantular yang gemilang menyatukan kedua agama "Syiwa – Buddha tatwa", juga Sunan Kali Jaga yang tidak serta merta membuang adat dan tradisi atau budaya adi luhung Nusantara. Yang sampai saat ini masih juga dilakukan oleh kaum Nadliyin dengan mottonya : "Al – muhafazhah 'ala al – shalih wa al akhzubi al – jaded al ashlah" atau "Menjunjung tinggi warisan leluhur yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik".
Perlu dicatat bahwa tahun Saka (Hindu) diciptakan oleh Mpu Sancaya (Syech Iskak, Abusaka – Ajisaka – Sri Maha Punggung III raja Medang Kamulan) pada Penanggalan Saka tersebut berdasarkan edar “matahari dan bulan” atau disebut "Solar – Lunair system" yang dimulai pada hari Radite Pancer (Kini Minggu Kliwon) tanggal 1 Badrawarna (kini Suro) tahun 1 (Sri – kini Alip) , windu 1 (Adi) yang bertepatan dengan 14 Maret 78 M, sebagaimana tesis ilmuwan Belanda Dr. A. B. Cohen Stuard. Semetara tahun Hijryah pada 622 M.
B. MENGAPA SULTAN AGUNG MENCIPTAKAN TARIKH BARU ?
Maha karya tersebut merupakan hasil kontemplasi (tahanut – tawakur) paska kekalahannya menggempur benteng dan pusat VOC di Batavia. Serangan I pada tahun 1628 dan serangan II pada 1629 sekalipun singkat, telah berhasil menewaskan Gubernur Jenderal VOC, Yan Pieter Zoon Coon pada 20 September 1629, yang oleh pihak VOC sebagai phsycowar dikabarkan meninggal karena sakit kolera.
Pasukan Invanteri Mataram ditempatkan di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama “MATRAMAN” (MATARAMAN)” di dekat kediaman rumah Bung Karno di Jl, Pegangsaan Timur 56. Oleh karnanya Bung Karno sangat respect kepadanya sebagai keturunan dan pewaris. Arti Mataram di sini bukanlah orang yang terlahir di Jawa melainkan semua anak – cucu yang hidup dan dibesarkan oleh Bumi Nusantara. Karena arti Mataram menurut Bung Karno yang (banyak diyakini) asli Surakarta Hadiningrat itu yang oroknya diberi nama Koesno tentu erat kaitannya dengan yang memiliki nama Malikul Koesno (PB X) sementara di Bali diberi nama Ida Bagus Made Karno, dan dalam kalangan terbatas diketahui beliau memiliki gelar BRM. Rama Sunan Joyo Koesoemo atau Suryo Kusuma, menjelaskan bahwa “Mataram adalah berarti Ibu”. Masih ada perkataan Mataram itu misalnya dengan perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman yang berarti Ibu. Mother dalam bahasa Inggris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latyn – Ibu. Mataram berarti Ibu. Demikian kita cinta kepada bangsa dan tanah air dari jaman dulu mula, sehingga negeri kita, Negara kita, kita putuskan – Mataram – “. (Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila , amanat Presiden Soekarno pada 24 Sept. 1955 di Surabaya. hal. 18 – 19).
Tarikh Saka Jawa juga dimaksudkan guna membumikan Islam di pedalaman karena selama ini perkembangan Islam hanya berpusat pada daerah pesisiran saja. Akibat dari usaha mulya tersebut terdapat beberapa pihak yang justru menganggap Sultan Agung sebagai perusak peradaban Jawa. Eksesnya konon buliran beras berwarna paduan “MERAH – PUTIH” pun raib. Sungguh ironis anggapan mereka, karena tidak mau melihat jangkanya jagad. Dan di samping Sultan Agung raja yang sufistik beliau juga mewariskan “SASTRO GENDHING” juga wayang “BUTA CAKIL” (Gendir Panjalin/Klanthang Mimis/ Ditya Kala Kusumayudha) karya Sultan Agung Hanyakrakusuma yang merupakan candra sengkala memet yakni “Tangan Yaksa Satataning Jalma”.Tangan = 2, yaksa (buta) = 5; satata = 5 dan jalma = 1! = 2551 yang harus dibaca = 1552 S = 1630 M, tiga tahun sebelum pembuatan kalender Saka Jawa. Jarang sekali wayang buta memiliki tangan dua yang lepas.
Sebagai “Sidik Paningal” yang tahu bahwa pasukannya akan kalah toh penyerbuan ke Batavia harus tetap saja dilakukannya guna memberinya suri tauladan kepada anak cucunya bahwa prinsip “Sa – dumuk bathuk sa – nyari bhumi nedya ditohi pati” wajib dijunjung tinggi.
C. APA MAKNA ASYURA DAN SURA ITU ?.
ASYURA :
Nabi pernah bersabda dan bagian kalimat itu berbunyi : "Asyura yaumul asyir". Asyura berbeda dengan kata syura yang memiliki kata dasar syawara – yusyawir yang artinya menjelaskan, menyatakan atau mengambil sesuatu. Dari kata syawara ini terbentuk banyak kata lainnya, seperti tasyawur (perundingan), asyara (memberi isyarat), syawir (meminta pendapat), tasyawara (saling bertukar pikiran), al – masyurah (nasehat/saran), dan mustasyir (meminta pendapat orang lain). Pendek kata syura adalah musyawarah atau ada yang menyepadankannya dengan penegrtian demokrasi.
Bulan pertama kalender Sultan Agung dinamakan Suro bukan Muharram sebagaimana kalender Hijriyah. Di dalam bulan Muharram memang ada hari yang disebut dengan Asyura, artinya hari yang kesepuluh seiring terbunuhnya cucu nabi Muhammad saw, Husein, yang sebelumnya Sang kakak Hasan juga telah wafat di Mekkah karena diracun. Maka Asyura tersebut disebut pula dengan "Hari Hasan – Husein", dan begitu banyak kejadian sejarah pada tanggal 10 tersebut.
Sementara esensi Suro mempunyai multi maknawi dan para pembaca bebas dapat menambahkannya sendiri yang didasarkan pada spiritualitas seperti berikut ini :
MAKANA SURO :
Arti kata Suro adalah satu & berani. Arti kerata basanya Su = Mesu dan Ro = Saliro, mesu saliro atau mati raga, berpuasa atau laku seserik (berpantang sesuatu). Su adalah lambang air dan Ro adalah lambang bumi yakni tanah air atau dunia kehidupan. Su adalah suluk dan Ro adalah rasa yakni suluk rasa – rasa tali/tali rasa manunggal jati yakni jumbuhing kawula lan Gusti yang merupakan ajaran sangkan paraning dumadi. Suro adalah nukad gaib yaitu wiji samar, bibit yang ajaib, benih yang suci, Dzat Allah yang memberi hidup. Hakekatnya telah termanifestasikan ke dalam "Firman – NYA" yang menjadi : (1). Alam semesta raya; (2). Umat manusia dan (3). Kitabulah.\ Dan masih begitu banyak maknafiah lainnya yang kami sengaja batasi disitu saja.
Konotasi lain tentang “ASURO”, adalah bila SURO memiliki makna, berani, suci, dewa kebenaran, yakni berani yang dilandasi kesucian di dalam menegakkan kebenaran TUHAN, demi kepentingan nusa dan bangsa yang dicintainya untuk tercapainya hidup damai – sejahtera penuh kebahagiaan. Sepi ing pamrih rame ing gawe, hamemanyu hayuning bawana. Maka makna ASURO identik dengan Dajjalisme yang tidak dalam kebenaran TUHAN atau dalam kebenaran ego pribadi, yang dianggapnya sebagai kebenaran yang hakiki dengan menghalalkan segala cara termasuk menenggelamkan kejujuran dengan balutan kemunafikan demi kepentingan diri pribadinya dan atau golongannya.
D. KARAKTERISTIK 1 SURO 1945 SJ :
1. HARI & PASARANNYA : “Sastra Candisari”nya jatuh pada hari “MINGGU”, atau NGAAD yang bahasa Sang Sekertanya adalah, “RADITE”. Pasarannya : Wage.
2. WUKUNYA : “LANDEP” dengan Dewanya “MAHADEWA”. Yang mengandung simbulisme : “ Bagus rupanya, kawin dengan orang nan cantik, menurun kepada anak, terang hatinya dan suka tawakur – tahanut – semedi – meditasi. Kaki masuk di air : perintahnya panas di kepala tapi dingin di hati, belas kasihan pada oran lain. Pohon Kendayaan : menjadi pelindung orang sakit, orang sengsara & orang pelarian. Burung Atat Kembang : menjadi peliharaan orang pembesar & disayang oleh tuannya. Gedung di depan : memperlihatkan kekayaannya, murah hati. Kecelakaannya ditimpa pohon roboh. Penolaknya : bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, daging menjangan dikalak, digecok, dibakar, selawat 4 keteng dan doanya Kabula. Gambaran : surating raditya (sorot matahari), selalu ingat, dapat mengerjakan segala pekerjaan, dapat memberi penerangan kepada orang lain. Kala Wuku ada di barat menghadap ke timur, dalam 7 hari tidak boleh bepergian menuju ke tempat kala. Hari yang baik baginya adalah Senin, Selasa, Kamis dan Saptu “ itulah yang tersurat di dalam buku – buku peninggalan Leluhur.
3.MANGSA (MASA) : Memasuki masa VI (Kanem) dimana masa ini mulai tanggal 20 November hingga 22 Desember (43 hari). Musim buah – buahan. Dewanya “BETHARA GURU”, kedudukan mangsa di barat daya dan masih dalam musim penghujan. Bethara Guru yang sebelumnya bernama Manikmoyo yang bercahaya putih gemerlapan karena disabdakan oleh Sang Hyang Tunggal bahwa kelak akan berkuasa dan berwajah rupawan telah menjadikan dirinya justru menjadi riak – sombong. Oleh karnanya Sang Hyang Tunggal tidaklah berkenan sehingga disabdanya bahwa Manikmoyo kelak akan memiliki cacat pada tubuhnya.
Maka sifat sombong itulah pula yang menurun pada anak – anak yang terlahir dari masa kanem itu. Tapi sikap sombong tersebut sering diimbangi dengan perbuatan dharma untuk orang lain dengan pengorbanan dirinya secara tulus. Anak yang lahir pada masa VI ini cerdas & bertalenta.
4. PARINGKELAN : jatuh pada “ARYANG”, dimana disarankan untuk tidak mendirikan rumah dan menikahkan putra – putrinya. Sebaliknya bagi pembuat “racun”, saat terbaik baginya.
5. PADANGON : jatuh pada “NOHAN” (ke lima) yang baik untuk kegiatan berdagang – berjualan (trading).
6. PANCASUDA : SATRIA WIBAWA, satria yang berwibawa dan beruntung.
7. RAKAM – : “DEMANG KANDHURUAN”, sekalipun Satria Berwibawa hendaknya tidak melupakan adanya ekses dari rakam tersebut artinya memiliki ekses yang tidak selamanya baik karena banyak godaan, jebakan, permainan, laku provokatif sehingga manusia mudah terjerumus atau terperangkap. Maka seyogyanya senantiasa “ELING LAWAN WASPADA” sebagaimana nasehat RNg. Ronggo Warsito dalam melakoni “JAMAN EDAN
8. PAARASAN : “LAKUNING ANGIN”, yang bisa meberi rasa aman dan nyaman. Namun sebaliknya kadang kala angin juga bisa marah dengan putting beliungnya. Tahun ini sebagai tahun klabang, yang curah hujannya berkurang namun angin nampaknya akan mendominasi. Hati – hati senjata satu ini apa lagi dalam QS : Al – Ahzab ayat 9 : “KAMI kirimkan kepada mereka angin topan & TENTARA YANG TAK DAPAT KAMU MELIHATNYA”!.
D.TAHUN WAWU 1945
Tahun WAWU, 1945 SJ adalah merupakan tahun ke 7 (tujuh) yang merupakan tahun basitah (tahun pendek = 354 hari). Seiring tanggal 1 Suro jatuh pada hari Minggu, maka dalam primbon disebut sebagai "Tahun Dite Kanaba ", artinya Tahun Klabang dimana secara simbolis memiliki makna akan banyak darah yang tercecer membasahi bumi. Apakah ini merupakan ekses dari punahnya kepercayaan (delegitimasi) masyarakat terhadap seluruh aparat penyelengara Negara baik unsure eksekutif, legislative dan yudikatif yang hedonis dan tidak peduli lagi dengan jeritan rakyatnya?. Wallahu ‘alam bishawab.
Disamping itu nilai 7 adalah representasi dari “ulama atau pujangga” dimana mereka saat ini telah kehilangan legitimasinya karena tidak lagi konsisten menjaga keulamaannya dan atau kepujanggaannya. Sehingga muncullah pameo “Ulama padha goroh – pandita ora nyata”. Para ulama terpedaya menjadi celebrities atau bintang iklan. Akibatnya kemunafikan & kebohongan telah merasuki bangsa ini. Suara kenabian yang telah disuarakan oleh para rohaniawan/ulama lintas agama pada 10 Januari 2011 telah menyatakan bahwa tahun 2011 sebagai tahun ‘PERLAWANAN TERHADAP KEBOHONGAN”!.
E. WINDU KUNTARA
Pada tahun ini windunya bernama "KUNTARA" yakni windu yang kedua dan tahunnya “WAWU” merupakan tahun yang ke tujuh dalam windu tersebut (windu ke dua) yang memilki nilai (naptu) : 2.
Candranya adalah : mata, telinga (karna), tangan, kaki, bahu, geraham, alis, tanduk, sayap, buja, carana, athi – athi, dwi dan manembah atau kata lain personifikasi dari dua (sejodoh).
Candra windu "KUNTARA" ini nampaknya mengandung pesan moral antara lain yakni : "Bahwa bangsa & Negara tercinta ini seharusnya tahu, mau dan mampu melakukan “introspeksi – ektrospeksi – retrospeksi dan sircumspeksi” atas peri kehidupan prtibadi maupun dalam berbangsa & bernegara sehingga akan bijak dan bajik serta arif untuk benar – benar melakukan tobatan nasuha, dengan senantiasa manembah disertai sodakoh atau berkorban dan mampu melakukan hijrah secara menyeluruh (komprehensif dan holistic yang transpormatif) utamanya secara iner, batin atau jiwani "! Tobatan Nasuha yang dicanangkan oleh Pemerintah CQ Menteri Agama Maftub Basyuni pada 2 Maret 2007 hendaknya direvitalisasi bukan khusus hanya bagi umat Islam saja namun untuk seluruh anak bangsa apapun agamanya dan dimanapun kita berada dalam kurun waktu yang lama dan berkesinambugan.
Disamping itu dilihat dari karakteristik windu Kuntara yang diwariskan oleh sang pujangga, menandakan : "Banyak pergerakan baru – bergerak – manuver – mobile secara cepat dan bahkan tiba – tiba (suddently), yang telah dimulai pada tahun 1940 SJ, pergerakan menuju kesempurnaan dan atau justru sebuah pergerakan menuju kehancuran dalam berbangsa & bernegara. Ibarat dharma & adharma selalu saja berebut kemenangan. Keduanya saling pengaruh – mempengaruhi sehingga tinggal kita apakah memiliki kesadaran tertinggi dengan keimanan & ketaqwaan yang mantap? Atau justru kita menyerah kalah pada pengaruh syaiton, ego dan AKU Palsunya sendiri?.
Sasmita Windu Kuntara lainnya adalah : "Kalau ada Raja (Presiden) yang berkuasa pada windu ini, akan panjang umurnya akan tetapi ditengah – tengah kekuasaannya, orang kecil(kawula alit) banyak yang berani melawan penguasa dan bakal ada perang besar". Bisa jadi akan muncul impeachement atau pemakzulan dan pengadilan rakyat ?, fenomena ini mulai muncul sejak akhir tahun 2010 bahkan sekelompok kalangan Islam telah secara terang – terangan ada yang berani mengancam Pak Beye di layar – layar kaca dan terus saja menggelinding yang diikuti oleh kelompok – kelompok lainnya seiring semakin lemahnya leadership beliau. Yang oleh sebagian para kritikus beliau dinilainya justru sering “curhat” kepada rakyat ketimbang memenuhi kewajiban dan amanat rakyat. Ibaratnya kita sebagai penonton sepak bola merasa diri kita lebih mahir menggolkan bola ke kandang lawan dibanding sang pemain pujaannya yang selalu saja gagal menendang bola ke jala lawan tersebut.
Kejutan atau kejadian yang amat tiba – tiba, tanpa diketahui sebelumnya ini dikuatkan oleh candranya tahun sirah yang berangka "5 tahunnya WAWU", dimana dinyatakan bahwa : “Akan banyak pemimpin yang meninggal dunia (tapi aneh banyak orang justru bersuka ria), orang kaya bahkan orang desa berasa girang hatinya apalagi orang miskin pun gampang mencari nafkah sekalipun begitu berat atas jenis pekerjaannya. Para menteri dan gubernur – bupati/wali kota nampaknya akan bertambah kesenangannya”. Apakah ini ekses dari Peraturan Pemerintah yang menerjemahkan mandate UU Otonomi Khusus & Otonomi Daerah seiring telah terjadi pergolakan di bumi Cendrawasih itu ?, sehingga rezim Pak Beye tidak lagi memberlakukannya setengah hati dengan mengeluarkan PP atau Perpu sebagai implementasi UU Otonomi Khusus tersebut ?. Semoga saja.
Namun semua disarankan harus selalu eling & waspada (edan - eling) karena banyak godaan & provokasi yang menyesatkan. Semoga persaudaraan akan semakin kuat dan terbina. Banyak orang bersuka cita apakah karena kondisi perekonomian yang diramalkan akan menghimpit Indonesia sebagai akibat resesi di Amerika Serikat dan MEE di tahun 2012 yang semakin akut namun Negeri ini cukupkah tangguh membentengi diri ? atau suka cita banyak koruptor & pemimpin yang tidak amanah meninggal dunia dan atau sebab lain ? seyogyanya kita tunggu bersama dan waktu jualah yang akan menentukannya. Itulah yang disampaikan oleh para pujangga terdahulu.
Dan yang tak boleh dinafikan adalah pergerakan & pergolakan alam itu sendiri yang ikut mereformasikan dirinya seperti : gempa bumi – gunung meletus – tanah longsor – banjir bandang – angin putting beliung yang merupakan sebagian kecil makartinya senjata TUHAN yakni anasir dari : “AIR – ANGIN – API & BUMI” dapat mengancam siapapun yang bisa terjadi setiap saat. Ironisnya tak ada manusia yang bisa melawan kedahsyatannya. Belum lagi ancaman adanya “Pageblug” dengan prolog banyaknya wabah gizi buruk bahkan di Depok, SMKN 2 terdapat 89 siswa dan 1 guru secara massal terjangkiti hepatitis A sejak 24 Oktober 2011 sehingga harus diliburkan. Menyusul 2 SD yakni SDN 4 & 5 Sawangan, Jawa Barat pun diliburkan pula. Akibat peristiwa itu, Pemeritah Kota Depok, menetapkan status kejadian luar biasa.
Juga fenomena yang aneh seiring tangisan balita 3 minggu bernama Muhammad Rayhan yang disertai darah (tangis darah) yang sedang ditangani dan diselidiki jenis penyakitnya di RS. Tangerang. Juga fenomena balita bernama Safira yang di dalam tubuhnya (kaki dan punggung) penuh dengan benda asing berupa paku dan benda logam lainnya. Yang oleh RS di Pare – Pare telah berhasil mengangkat 28 biji benda aneh tersebut. Juga semakin menjadi – jadinya kesurupan massal di seluruh antero Nusantara.
Sementara calon pemimpin bangsa & intelektual yakni para mahasiswa Universitas Hasanudin di Ujung Pandang sejak September hingga medio November 2011 perkelaian antar fakultas semakin meluas kini Fakultas Tehnik lawan Fakultas Kehutanan yang frekwensinya semakin massif & nggegirisi. Bila calon intelektual saja dirasuki amarah – syaeton sebagai kepanjangan tangan Dajjal, tidak merasa lalu bagaimana rakyat yang tidak terdidik ?.
Nampaknya “Goro – Goro Sindhung Riwut” ibarat sak dang – sak penginangan sulit untuk dihindarinya manakala banyak warga bangsa yang masih saja terlena dan ternina bobokan oleh berbagai kemegahan dan kenikmatan duniawi semata, lupa pada para leluhur serta ajarannya. Karena hanya dengan cara itu alam kembali memberinya pelajaran di era Kali Yuga atau zaman Besi, zaman Kegelapan, zaman Kalabendu (zaman penuh kutukan TUHAN) dan atau zaman Adukhan (Kabut) ini.
Sikap eling dan waspada serta menyatu dengan kehendak dan sifat – sifat Sang Khaliq yang terefleksikan oleh alam agung adalah sebuah kenisbian. Ibu Pertiwi hamil tua dengan pakaian lusuh dan compang – camping & jalannya terseok – seok karena telah diperah oleh anak – anak yang dilahirkan & disusuinya yang tiada kenal waktu dan keadaban. Setelah dewasa & jaya berkat kasih sayangnya kini sang Ibu yang amat berjasa yang melahirkan yang memenuhi segala kebutuhannya justru dinistakan – didzolimi bahkan diludahinya. Kasih sayang IBU sepanjang hayat namun kasih sayang anak hanyalah sepanjang galah. Sungguh pun demikian mana ada seorang Ibu yang tahan manakala wajahnya justru diludahi oleh anak – anaknya sendiri ?. Sehingga pintu tobat pun bisa jadi telah beliau tutup sebagaimana alegoris dari meletusnya Gunung LOKON = LOCKED ON = SUDAH TERKUNCI ? .
Apakah akan terjadi seleksi alamiah sebagaimana pemilihan umur bagi bangsa tercinta ini ?, sebagaimana dalam makna isi Kidung Jangka Sabdopalon itu ?. Walahu ‘alam bhishawab.
Apapun adanya bagi warga bangsa yang sadar tidak perlu cemas & kawatir, bangsa ini harus tetap optimistik bukankah terdapat sesanti yang menyatakan bahwa : “kodrat bisa diwiradat” serta kita wajib beryukur keharibaan – NYA. Apa lagi bila para pemimpin negeri ini benar – benar : “mau – tahu dan mampu” menjalankan mottonya ‘INDONESIA BISA”, tidak hanya sebatas slogan – kosong belaka. Karena Bunda Pertiwi pun tidak menginginkan semua berakhir, bumi ini tanpa penghuni, sehingga beliau pun “melahirkan anak – anak indigo” yang beliau bekali dengan berbagai talenta baik di bidang spiritual, saintific, tehnologi, humanisme dan lain sebagainya yang harus dibina – dipersiapkan oleh berbagai pihak yang menjunjung tinggi rasa nasionalisme, national dignity dengan semboyan “hubbul wathan minal iman”, cinta Negara adalah sebagian dari iman juga menghayati budaya adi luhung yang telah diwariskan oleh moyang Nusantara ini guna melanjutkan dharma dan tugas suci mereka yang belum kesampaian yakni terciptanya “Dunia – Baru” sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh Bung Karno dengan melenyapkan adanya “Explotation de l’homme par l’homme & Exploitation de nation par nation”, melenyapkan adanya penghisapan antar manusia dan antar bangsa, yang hanya bisa direalisir dengan “LAKU HIDUP BERPANCASILA” tidak dengan idiologi lainnya apapun juga adanya.
F. TAHUN SIRAH
Tahun Saka Jawa, 1945, tahun Sirahnya adalah angka yang terakhir yakni “5” (Lima) dengan tahun Wawu dalam primbon tertulis : " Banyak pemimpin meninggal dunia sementara para menteri dan bupati bertambah suka cita karena keadaan social ekonomi cenderung membaik karena murah sandang dan pangan, orang pedesaan girang hatinya sekalipun pekerjaannya teramat berat. Lapangan pekerjaan mulai terbuka. Rasa persaudaraan, kebangsaan dan atau nasionalisme mulai mengkristal seiring maraknya fenomena destroying nation. Hanya saja harus extra hati – hati karena banyak provokator yang menyesatkannya”.
SAPTO WISESA jatuh pada “SATRIA WIBAWA”, nampaknya para penyelenggara Negara yang dijiwai oleh “self estem & status”, bukan dengan menunjukkan profesionalitas & jati dirinya akan tetapi justru oleh lipstick – gincu – kulit yakni “pencitraan diri” apapun cara dan seberapapun biayanya. Sehingga di layar – layar kaca mereka tampil dengan “jaim”nya seolah sebagai “satria – satria yang berwibawa”, tak tahunya kenyataannya ibarat “musang berbulu domba”. Peri laku munafikun telah membudaya, separah inikah ? walla hu‘alam bhishawab.
G. PAL DWADAAKSORO :
Bagaimana caranya ? Nah guna melihat kondisi kenegaraan bisa kita lihat dari usia Negara Proklamasi = 2012 – 1945 = 67 tahun. Maka = 67 : 12 = 5 lebih 7 sehingga jatuh pada item g. yakni Bethara Kamajaya. Maka tahun 2012 ini jatuh pada lambang "Bethara Kamajaya". Sosok ini begitu tampan putra bungsunya Sanghayng Manikmaya dengan Dewi Umarakti/Umar. Yang mengepalai Kayangan Mayaretna (Cakra Kembang). Isterinya bernama Dewi Ratih nan cantik jelita. Suatu pasangan yang amat ideal, saling mencintai, saling berkorban, saling menghargai, saling bertimbang rasa yang selalu guyub rukun selalu sejiwa! Oleh karnanya setiap temanten selalu didoakan dengan idola ke dua dewata tersebut bila dalam dunia binatang ada sejoli yang nyaris sama yakni “Mimi lan Mintuna”.
Tugas Bethara Kamajaya ialah mendamaikan suami – isteri yang menghadapi kehidupan jauh dari kebahagiaan agar menjadi keluarga yang damai sejahtera atau dalam literatur Islam dinamakan dengan sakinah , mawadah dan warohmah. Ia bila turun ke bumi maka selalu membantu Arjuna disamping tugas utamanya guna mencegah perbuatan membabi butanya kakaknya yakni “Bethara Yamadipati” sang pencabut nyawa.
Benarkah pada tahun ini banyak kejadian KDRT dan perceraian khususnya para artis & dai tis (da’i celebritis).
Pada 1 Suro 1945 ini jatuh pada hari Minggu Wage dengan jumlah naptunya 9 maka jatuh pada Nabi Musa yang naptunya sama yakni 9. Bisa jadi hikmah kehadiran Nabi Musa pada tahun ini mengingatkan agar :
Guna menata - laksanakan kehidupan berbangsa & bernegara maka Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia ini hanya bisa dilaksanakan dengan baik, benar, tepat dan suci bila berpijak pada “philoshopie, religie & watenschap” (filosofi – agama dan iptek) yang didasarkan pada PANCASILA. Untuk menjadi kekuatan “New Emerging Forces” sebagai “Mercusuar Dunia”. Para elit penyelenggara ini diingatkan agar tidak berfikir parsial, pro toto totem pro parte, hendaknya secara holistic yang lahir juga yang batin, yang tersurat juga dengan yang tersirat. Jangan sampai kita tidak tanggap apa yang terjadi dengan sesuatu yang “irasional – unreasonable” karena hikmah yang ada dibalik itu semua sebagaimana kisah Nabi Musa dengan Nabi Khaidzir tersebut. Maka ucapan “SALAM SEJAHTERA” yang sering dikumandangkan oleh para elit negeri ini nampaknya belumlah lengkap tanpa kata “DAMAI”. Sehingga seharusnya menjadi ‘SALAM DAMAI & SEJAHTERA”! Segera mengakhiri ego agama dan selaras dengan Sila I, maka istilah kerukunan antar umat beragama harusnya kata agama disempurnakan menjadi “yang Berketuhanan Yang Maa Esa”. Dengan demikian seluruh anak bangsa utamanya seperti suku – suku terasing yang tidak menganut salah satu agama resmi tetap menjadi bagian sebagai anak – anak bangsanya. Dan akan menggembirakan bila salam Nusantara yakni pembukanya “JAYA” dan jawabannya atau penutupnya “SAMPURNA” bisa dimasyarakatkannya.
H.SASMITA TAHUN 1945 SJ.
Tahun 1945 SJ adalah mulai hari Minggu Wage bertepatan dengan 27 November 2011 hingga 17 November 2012. Dalam kurun setahun ini telah dapat diprediksi berbagai situasi dan kondisi berbangsa dan bernegara.
Adanya karut – marut berbangsa dan bernegara akibat dari adanya "krisis Budaya” akibatnya muncullah “Krisis keimanan – krisis nurani", sehingga berefek ultra krisis dimensional termasuk "krisis jati diri bangsa". Berbagai pertanda alam dan ayat – ayat Tuhan Seru Sekalian Alam masih belum mampu menyadarkan bangsa ini dari tidur panjangnya. Sasmita demi sasmita hanyalah dijadikan bahan banyolan yang jauh dari apa yang diharapkan oleh para ghaib suci – pepundhen sari yang bersumber dari – NYA. Semua peristiwa alam senantiasa diukur dan dimaknai secara saintific sedangkan tehnologi tidak akan pernah mampu memecahkan misteri batiniah – spiritual – ruhaniah pada jagad raya ini. Penjajahan spiritual oleh berbagai macam sekte manca nagari yang mengklaim dirinya paling berhak menafsirkan firman – firman – NYA dan memiliki kebenaran mutlak dan selain mereka adalah kaum kafir bahkan ada propaganda halal darahnya. Itu tidak bisa ditangkal dengan tehnologi kecuali kembali kepada jati diri bangsa yakni "budi pekerti luhur" yang tidak mungkin berani menghakimi sesama manusia hanya dengan kaca mata "BAJU SARANYA". Manusia yang maha alit bagaimana mungkin memposisikan diri seperti Yang Maha Besar ? Nenek moyang menyatakan bila kita memilki sifat dan tindakan seperti itu dinamakan "kumingsun" karena Aku – Ingsun Palsunya telah menguasai jiwa – raga kita.
Bukankah agama diturunkan agar manusia dapat memilih jalan kebenaran yakni esensi dari cinta – kasih ? Rahmatan lil alamin ? Nabi Muhammad saw juga diturunkan dalam rangka "menyempurnakan ahqlak umat manusia" ? Dan oleh para founding fathers diterjemahkan ke dalam dasar negara – jiwanya bangsa, philoshopi bangsa – pandangan hidup bangsa – sumber tertib hukum bangsa yakni "PANCASILA". Manakala nurani ini masih bersarang dalam hati, kita pasti akan takjub dan bersyukur karena bangsa ini memiliki "cara gapai" (achievement system) dan sekaligus "cara ukur" (measurement system) yang diametral terhadap ajaran agama apapun di dunia ini yakni sisi "Kemanusiaan". Sesuci apapun agama manakala dihayati oleh para penganutnya yang tidak sesuai dengan kehendak Yang Maha Suci itu sendiri maka pasti outputnya akan kotor karena tidak sesuai dengan kemanusiaan (personifikasi wajah Alloh). Karena manusia terlimputi oleh nafsu – nafsu. Maka oleh faounding fathers untuk menyelaraskan dengan karsa dan kuasa – NYA, kemanusiaan masih ditambahkan disempurnakan dengan kata "yang adil". Sungguhpun demikian "adil" saja masih dapat memperdaya (nafsu) manusia. Ibarat hutang pati nyaur pati. Apakah dasar membunuhnya itu karena sengaja atau tidak ? Bila sengaja apa alasannya ? Bila yang dibunuh itu adalah seorang mata – mata atau pengkhianat bangsa, pantaskah dan beradabkah bila yang membunuh itu ganti dibunuh ? Ternyata tidak, bukan?. Oleh karena itu adil saja tidaklah cukup sehingga harus ditambahkan dengan kata "beradab". Sehingga Sila II berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab".
Maka disitulah nurani (nur – aini), alfurqon, mengambil peran. Hal ini ternyata telah dimiliki oleh bangsa ini ratusan ribu tahun silam dengan idiom "Memayu hayuning bawana". Maka Pancasila ternyata tidak saja sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, filosofi bangsa, alat perekat bangsa, ajaran multi khomplek akan tetapi sekaligus sebagai "alat ukur". Sebagai alat ukur, setiap peri laku seseorang dapat dinilai sesuaikah dengan esensi kemanusiaan ? Bila ya ! Sesuaikah dengan esensi keadilan ? Bila ya! Dan sesuaikah dengan esensi keberadaban ? Bila semua jawabannya ya, sesuai maka dapat dipastikan bahwa seseorang itu telah menghayati laku hidup Berpancasila. Kita bisa bercermin dengan negeri pelopor HAM & demokrasi, Amerika Serikat. Perbuatannya menghancur lumatkan Afganistan dan Irak itu apakah sesuai dengan kemanusiaan saja ? Apalagi hanya berdasarkan "kebohongan". ! Adapun berbagai sasmita umum yang diterima oleh para kadang spiritualis yang seyogyanya kauningani (diketahui) antara lain adalah :
Ratu/presiden dengan pembantunya sama – sama bertengkar yang mengakibatkan rezeki & kemakmuran bangsanya menjadi sirna/nihil. Trisula Wenda mulai berkarya : barang siapa jujur akan terpakai dan barang siapa jahat terkena walat dan barang siapa berlaku suci akan dicintai GUSTI. TNI dengan POLRI itu harusnya gendhong – gendhongan namun kini sebaliknya bahkan gendheng – gendhengan, sehingga menimbulkan banyak pertempuran yang sia – sia. Yang dapat mbengkas karya dan membuat tentramnya jagad raya ini tiada lain ya hanya Ki Lurah Semar sendiri (betara Ismaya, Dhudha Manang Munung, Janabadra, Badranaya). Maka senantiasa elinglah manembah kepada TUHAN. Jangan gembira ria karena ini akan ada bencana sebesar pethitnya (ekor) naga. Bisa jadi ini gambaran petitnya Anantaboga, yang berpotensi menyebabkan gempa bumi dahsyat ?. Barang siapa yang merusak peradaban Nusantara maka akan menerima karmanya Wong gedhe menang kerahe lan akeh walate. (Para pejabat selalu menang melawan rakyat/kawula alit tapi akan banyak menerima karmanya sendiri). Aja melu – melu wong gendeng ! (Jangan ikut – ikutan orang gendeng). Tidak lama lagi tatanan Jawa (bukan arti harfiah, sukuisme) akan kembali setelah korban – demi korban, penderitaan demi penderitaan merata se Nusantara yang tidak lagi mengenal si kaya – si miskin, yang beriman – yang kafir, pejabat – rakyat jelata yakni segera bangkitnya agama budi, Islam Sejati. Semaikanlah olehmu dengan menaman "delima putih" maka engkau akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Bisa jadi ini arti filosofis dari "dedasar yang lima kesucian" itu. Apa itu ? Seyogyanya digali sendiri – sendiri karena multi tafsir, termasuk mensucikan diri. Waspodoa awit "Sumiliring angin anggawa wisa, tumetese banyu anggawa sengsara" (Waspadalah, karena "Sepoi – poinya pawana membawa bisa (racun)m sebaliknya tetesan air akan membawa sengsara). Ana pandhita ninggalake pertapakane, sing dereng angsal gegayuhane. Uga ana sendhang kebak ulane, ana kedhung mlayu iwake. Awit jaman iki "Jaman Lelaku". (Ada pendeta terburu meninggalkan pertapaannya sebelum berhasil mendapat apa yang dicita – citakan. Juga terdapat sendang atau sumber mata air namun penuh dengan ular dan ada kedung akan tetapi ikannya telah lari). Karena Jaman ini adalah "Jaman Lelaku". Bis teguh – mil luput, Suara lan tembang turu sorene amarga lali mring kaki lan ninine, wong wis ora ana salahe, sing ana mung benere. Wong wus lali lupute lan rumangsa sing ana mug benere. (Bis teguh – Mil luput, suara dan nyanyian tidur sore karena telah melalaikan kaki dan nini – nya, manusia tidak ada salahnya yang ada hanyalah benarnya. Manusia telah lupa dengan kesalahannya dan merasa yang ada hanyalah benarnya saja). Hai manusia yang terpilih untuk menutup misteri dunia ini, kena apa kau lari dari tugas – tugasmu ? Ingatkah ? kemanapun larimu tetap akan Ku kejar, janganlah engkau terkelabui oleh dirimu sendiri. Berkeblat pada bangsa lain merasa dirinya sudah hebat sedangkan ajarannya membawa bisa (serum) yang melebihi bisanya Naga Ananta Boga. Ada cahaya yang memancarkan bias di dunia fana ini yang sejatinya telah ada kawulanya yang cidera janji dan berbuat nista yang bakal menemui cilaka. Telah menjadi jangkanya seiring bedahnya Gunung Merapi yang menandakan orang yang kaya tambah kaya sementara orang mlarat tambah mlarat. Bukankah bila dulu buruh angkut itu dilakukan oleh orang miskin namun kini buruh angkut itu justru uilakukan oleh orang – orang kaya dengan kendaraan – kendaraannya ?. Sabdo Palon menuntut janji dimana akan terjadi wolak – waliking zaman, orang mlarat prihatin sementara orang kaya takut mati dan mencari selamat. Karena Ibu Pertiwi sudah sampai janjinya yang menitis pada Ibu Mataram Kuno, menyebarkan belas – kasih hanya disayangkan mengapa kawula Nusantara tidak merasakannya. Titi toto wus tiniti marang jalmo kang wis ngerti bedane lelaku & nafsu. Ginaris laku kang tinata ngerti candrane para kino kang kebak piwulang luhur. Urip uga mati wus tinata kersaning GUSTI, podhoa baris nata budi – rasa – gegondhelan tatanan sangkan paraning dumadi. (Keadaan tota titi tentrem sudah dipahami oleh manusia yang sudah paham perbedaan antara lelaku dengan nafsu. Telah tersurat dalam laku yang benar, tepat dan suci akan mengerti candranya para leluhur yang penuh dengan piwulang luhur. Hidup & mati sudah diatur oleh GUSTI. Maka berusahalah melakukan budi pekerti luhur dengan rasa – ing panrasa senantiasa berpegang teguh pada “Sangkang – paraning Dumadi”. SN). Lilir – Iler sumiler ilange pancering keblat papat – gemlegur pecahing nyawa kang ora aji. Rebutan dalan pada menek angkasa – nyuwun ngapura. Ono Ratu ana Manten anyar uga Wong Tuwo, Nom – Noman Bocah Cilik, kegulung pecahing angin, banyu, geni uga bumi, karno ora emut mula sing eling lan waspada ajaran budaya lan agama kan suci!(SN). (Bangun – bangun – bangunlah karna telah hilang pusatnya – pancernya keblat yang suaranya gumlegur hancurnya nyawa yang tiada bernilai. Rebutan jalan meniti suwarga – meminta ampunan –NYA. Ada ratu, ada temanten baru, ada orang tuwa, kadang taruna – anak kecil (semua) digulung oleh bedahnya angin, air, api dan tanah. Karena tidak lagi ingat (sadar). Maka agar senantiasa eling & waspada atas ajaran budaya Leluhur dan agama suci). Joyo, joyo, joyo – sumbare arume kembang Wijoyo Kusumo arum marang rasa arum marang lelaku saka wiwitan teka pungkasan. Sumebar ganda arum hangideri bawana alit ugi ageng, werna Putih pitedah laku suci mring jiwa – raga satria kang tanpa bandha – donya, kang sia – sia marang jalma kang nentang ajarane aji budayo uga aji rasa pangrasa. (Eyang Aji). (Jaya – jaya – jaya, tersebarnya bau harimnya puspa Wijaya Kusuma, harum terhadap rasa harum terhadap laku – perjalanan dari awal hingga akhir. Tersebar bau nan harum semerbak mengitari manusia dan alam agung. Warna Putih menunjukkan laku suci terhadap jiwa raga satria yang tak memiliki harta benda. Banyak orang yang melecehkan kepada orang yang mengajarkan nilai - nilai tinggi budaya bangsa juga tajamnya ilmu “rasa ing pangrasa”. Bedhae Redi Merapi wis perlambang nyata ambruke Gapurane Ghoib Nusantara amarga thukule wiji karmo, wis kepara nyata manungsa wus dadi setan, setan kang membo – membo manungsa. Para setan suka – parisuka manggon manjing neng pangrasane manungsa kang adigang – adigung adiguna numpes tatanan kang urip lan nguripi. Budaya, Agomo uga Negoro. (Kyai Jaran Panoleh, SN). (Meletusnya Gunung Merapi sudah menjadi suatu pertanda yang nyata bahwa : “Rubuhnya Gapura Ghaib Nusantara”, karena tumbuhnya biji karma, sudah jelas bahwa manusia suda menjadi setan, setan yang berpura – pura menjadi manusia. Para setan pesta pora menempati “pangrasane” manusia yang berlaku sombong – kumingsun yang menumpas tatanan hidup dan menghidupi”. Ono omah bethek kobong gedhe, ono kebo ngamuk sarombongan...., getihe mili sa dalan – dalan padha tatu arang kranjang. Jagone mati ora kainan, sing dadi juragan maju nggawa parang padha padu rebutan palenggehan, sing duwe wahyu methi bakal ketulungan. (SN – Ny. Roro Kidul). (Ada rumah gedhek terbakar dan ada kerbau dan kawanannya mengamuk, darahnya mengalir di jalan – jalan karena lukanya arang kranjang. Jago (yang didamba – dambakannya) pun mati tak disalahkannya karenba yang menjadi juragan maju berperang berebut kekuasaan namun hanya yang kewahyonlah yang akan tertolong”. Terdapat gubahan lagu Jawa oleh Ki Ronggo (Darmaji) atas sasmita yang berjudul “Imbase DURYUDONO” : Pancen nyata ana tlatah Tanah Jawa/Agama Islam iku gambarane nyata/Anglis kuwi ditebarno Wali Sanga/Kang duwe gelar Raden Sahid Sunan Kali Jaga/Anggone nyebar suwantening wewayangan/Susah payah serta total akeh ujian/Ing nyatane Wali Sanga kasembadan/Lan nuciptake rukun Islam ing wewayangan/Syahadad Loro ginambarke Raden Janaka/Sholat kang kuwat ginambarke Werkudara/Kang bisa ngrampungi perkara jajahan agama/Nalika badhe marang Perang Brantayudo/Anggone zakat ginambar Raden Harjuna/Raden Puntadewa iku gambaraning pasa/Pungkasane munggah kaji lamun kuwasa/Digambar KRESNA dadi Raja ing Ngastina//
Note : Terinspirasi oleh lakon SEMAR GUGAT, dimana Satrio wuto ngideri jagad masih dapat diarahkan, diluruskan namun satrio boyong pambukaning gapura justru nampaknya sulit menyelaraskan dengan kemauan alam. Benarkah ?.
Demikianlah untuk bahan renungan SURAN MALAM ini adapun tentang RATU ADIL DAN RAMALAN SUKU MAYA akan kami sajikan kemudian. Semoga ada manfaatnya dan mohon maaf bila kewoworan napsu ego yang mungkin saja ikut nimbrung di dalamnya, karena kawula hanyalah titah sawantah yang bodoh 27 ! JAYA JAYA JAYA WIJAYANTI//SAMPURNA
Sebagaimana janji kawula ijinkalah pada saat menjelang TAHUN BARU SAJA JAWA/HIJRYAH terdapat endapan hikmah yang seyogyanya dikauningani sebagai pewaris dan anak - anak budaya!
Sebelum menelaah tentang SURO ijinkanlah kawula menghaturkan 'MAHARGYA WARSA ENGGAL 1 SURO 1945/1 MUHARAM 1433, SINENGKALAN "PANCASILA KARTINING HAMBUKA NUSWANTARA" & SURYA SENGKALANYA : "NETRO SABDOPALON NOYO GENGGONG SUNYA PASURYAN" DIIRINGI SESANTI : "SURO DIRO JAYANIKANANGRAT SWUH BRASTHA TEKAB ING ULAH DHARMASTUTI" SEMOGA "JAYA - JAYA - JAYA WIJAYANTI TETEP JAYA NGADEPI BEBAYA". AMIEN!
Tahun Saka Jawa 1944 dan atau Hijriah 1432 segera akan berganti memasuki jantranya jagad mulai Minggu Wage yang bertepatan dengan tanggal 27 November 2011 (pekem : Asapon = Alip, Selasa Pon/Wungadge = Wawu Nga’ad Wage, bukan Aboge = Alip Rebo Wage/Wunenwon = Wawu Senin Kliwon) yang akan menyembulkan sebuah harapan dan tantangan serta rintangan baru seiring titi mangsa yang menghebohkan dunia yakni : “KIAMAT 21 DESEMBER 2012” sebagaimana Ramalan Suku “MAYA” yang telah di dahului oleh berbagai fenomena alam dan revolusi di Benua Afrika yang dipicu oleh “TEHNOLOGI DUNIA MAYA” yang eloknya mampu menggerakkan insane – insane di seluruh dunia yang mendambakan perubahan dan eloknya telah sukses menggulingkan beberapa presiden yang dianggapnya dictator dan atau koruptor, patut diwaspadai.
\
Uniknya Negeri Paman Sam sendiri sebagai Begawan “Kapitalisme”, mendapat karmanya sendiri dengan “keruntuhan ekonomi global yang kapitalistik”, yang justru oleh masyarakatnya sendiri sedang digugatnya sejak medio September 2011 yang hingga kini masih berlangsung dan makin massif di seluruh Negara Bagian AS. Bahkan imbasnya telah pula melumatkan perekonomian pada masyarakat MEE yang segera merembet ke Benua Kangguru. Belum lagi muculnya “Global Warming” dan “prahara alam” yang saling susul – menyusul di seluruh penjuru dunia. Nusantara justru menjadi “titik silang bencana” sebagai ekses adanya “Cincin – Api” yang diramalkan akan terjadi maha bencana hanya waktu dan lokasi yang masih belum diketahuinya.
Berkenaan dengan “PERMAYAAN”, bangsa ini sangat bersyukur karena secara mitologis masyarakat Jawa justru memiliki “Biangnya Maya” yakni “SANG HYANG (IS)MAYA” atau dalam dunia pewayangan disebutnya dengan KI LURAH SEMAR BADRANAYA, yang berdasa - nama : Janabadra, Dhudha Manang – Munung, Janggan Asmarasanto, Smara, Ismara, Nayantaka, Jagad Wungku, Jati Wasesa, Janggan Asmarasanto. Yang dalam mitos emperior Majapahit beliau manitis – tumimbal balik menjadi sosok abdi dari seorang Raja Brawijaya Pamungkas (V) yang bergelar Prabhu Alit Aria Angkawijaya, Brekertabhumi (1474 – 1478) yang dikenal dengan sebutan ‘SABDO PALON NOYO GENGGONG’ yang secara filosofis bermakna ‘FIRMAN TUHAN NAN ABADI”.
Alkisah sang abdi kinasih lebih suka memisahkan diri karena sang raja ngrasuk agama rasul yakni “ISLAM” yang dipaksa oleh R. Patah, (Sang Adipati Demak Bintara yang tak lain adalah putranya sendiri dengan putri Campa - Adwarawati ) sambil menyampaikan supatanya bahwa “Manakala 500 tahun kemudian hegomoni Islam tidak mampu mewujudkan suatu kehidupan yang rahmatan lil alamin yang gemah ripah loh jinawi toto titi tentrem kerta tur raharja, maka hegomoni tersebut akan dicabutnya dan digantikan dengan ‘AGAMA BUDI – AGAMA ISLAM SEJATI – AGAMA KELUHURAN BUDI PEKERTI” yang kita kenal dengan idiologi – way of life, filosofi bangsa, pandangan hidup bangsa, dasar Indonesia Merdeka, measurement quality tool atas peri kehidupan berbangsa & bernegara yakni ‘PANCASILA” YANG BERMANIFESTOKAN “BHINNEKA TUNGGAL IKA”.
Adanya militansi kelompok Islam garis keras atau transnasional yang telah tampil dengan garang & sangar yang menakutkan masyarakat dengan aksi terror, bom dan bom buku serta bom bunuh diri yang tak lagi pilih – pilih mangsa serta upaya menjadikan Nusantara ini sebagai Negara Agama bahkan MUI pun ikut terprovokasi “MENGHARAMKAN DOA BERSAMA DALAM BENTUK MUSLIM & NON MUSLIM BERDOA SECARA SERENTAK HUKUMNYA HARAM”, sungguh mengancam kelangsungan Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu – satunya Negara di kolong langit yang mendasarkan kepada ‘tauhid” (pengesaan TUHAN) yang telah terpaterikan di dalam PANCASILA dengan juklaknya pasal 29 UUD 1945.
Dalam “Jangka Sabdopalon” – Noyogenggong kemunculannya ditandai dengan “mengalirnya lahar (dingin) Gunung Merapi ke arah Barat Daya” dimana telah terjadi sejak meletus pada 26 Oktober 2010 yang hingga kini miliaran lahar dan pasir serta batu – batu sebesar rumah menerjang – terjang daerah Gumoyo, Magelang. Dan upaya kaum Nadliyin serta PKB dengan menggelar gerak jalan di seantero Jawa dengan thema “RESOLUSI JIHAT” nampaknya telah menggenapinya guna menyongsong abad baru “Abad spiritual – Zaman Baru Rabbani (Keluarga ALLAH) – Zaman Kristus (Zaman Kasih – Sayang)” setelah terlebih dahulu terjadi “GORO – GORO SINDHUNG RIWUT”.
Nah seiring tibanya Tahun Baru 1 Suro 1945 SJ (AJ) yang bertepatan dengan 1 Muharram 1433 H ada baiknya kita buka ruang hati kita guna menyimak keberadaan Kelender Khas Nusantara yang disebut sebagai Saka Jawa atau Kalender Sultan Agungan atau Kalender Mataraman ini yang penuh dengan pesan isoteris yang penuh misteri melingkubi perjalanan pribadi dan atau dalam berbangsa & bernegara selama setahun yang dimulai pada jam 1600 malam Minggu Wage 26 November 2011 hingga jam 1559 tanggal 16 November 2012.
Sajian ini bukanlah sebuah ramalan (‘iraafah) dan bukan pula sebagai perdukunan (kahanah) yang diharamkan oleh MUI kecuali hanya sekedar mengungkapkan apa yang telah diwariskan oleh para pujangga terdahulu yang dianugerahi sasmita – isaroh – pemahaman tentang sesuatu yang akan terjadi (informasi dini) oleh Birokrat TUHAN SERU SEKALIAN ALAM, melalui bahasa Alam sebagai ilmu titen. Juga sekedar membaca min aayaatillah atau ayat – ayat – NYA!
MARI MENGENAL KALENDER SAKA JAWA DAN MENGUAK MISTERI SURO 1945 SJ & EKSES RAMALAN KIAMAT PADA 21 DESEMBER 2012 OLEH SUKU MAYA"!
A. APA & KAPAN SERTA SIAPA PENCIPTA KALENDER SAKA JAWA (ANNO JAVANICO) ITU ?
Sultan Agung, sejak dini anti VOC, terbukti saat duta besarnya menemui Sultan Agung untuk menyampaikan selamat atas pengangkatan dirinya menggantikan Panembahan Seda Ing Krapyak, pada 1614, beliau telah memperingatkan sang duta besar bahwa : "Persahabatan yang sama – sama mereka inginkan 'tidak akan mungkin terlaksana apa bila VOC berusaha merebut tanah Jawa".
Raja yang heroic ini dengan kekuatan infantri dan armada laut serta prajurit Pajineman (intelegen) dengan gagah berani menggempur VOC yang berkedudukan di Batavia pada 1628 namun kalah. Toh tidak menyurutkan semangat juang fisabilillah sehingga pada 1629 penyerangan ke Batavia dengan markasnya di Matraman (Mataraman) diulangnya kembali, dimana selang 336 tahun seberang baratnya “Pegangsaan” (tempat menyimpan gong sebagai penanda serangan ke VOC?) di kediaman Bung Karno itu pada 17 Agustus 1945 atau 9 Pasa 1876 SJ (8 Ramdhan 1364 H, dideklarasikan “Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia”. Dan baru pada 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan wilayah yang terus mereka kankangi dengan berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) itu.
Namun akibat politik adu domba, "devide et impera" oleh pihak Belanda terciptalah musuh dalam selimut sehingga terjadilah pengkhianatan yang mengakibatkan amunisi prajurit Mataram, dibakar Belanda yang menyebabkan kegagalan lagi dalam menundukkan VOC. Sungguhpun demikian hasil gemilang prajurit Mataram dapat menewaskan Sang Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen pada 20 September 1629, sekalipun penyerangannya hanya kurang lebih 2 bulan saja. Namun oleh pihak VOC disiarkan bahwa ia meninggal karena serangan penyakit kolera. Bisa jadi hal ini dalam rangka menciptakan semangat perlawanan pihak Belanda sebagai tatktik phsycowar, perang intelegen guna tetap mempertahankan spirit & beteng VOC di Batavia agar tak tergoyahkannya.
Atas kekalahan demi kekalahan penyerangaan ke Batavia tersebut, Sultan Agung melakukan intropseksi – ektrospeksi – retrospeksi & sircumspeksi dengan senantiasa melakukan kontemplasi & menyadari kealpaannya yakni kurang melibatkan warga tradisional yang beragama Hindu – Buddha dan atau Syiwa Buddha tatwa. Oleh sebab itu untuk menyatukan seluruh elemen kawula Mataram dan guna membumikan agama Islam baik secara budaya dan politis serta religius, atas persetujuan Sunan Kali Jaga diciptakanlah penanggalan Saka Jawa, dengan menggabungkan antara Kalender Saka yang merupakan tahun surya (syamsiah) warisan nenek moyang yang adiluhung yang tak lepas dari budaya Hindu dengan kalender Hijriyah yang merupakan tahun candra (komariah) sebagai budaya Arab yang sinkretis menjadi kalender khas Mataram bersistem peredaran bulan (candra) yang disebut dengan “Saka Jawa atau Anno Javanico (AJ) atau Kalender Mataraman atau Kalender Sultan Agungan”. Yang bertepatan 1 Muharam 1043 H, ditetapkan pula sebagai permulaan Kalender Saka Jawa, 1 Suro 1555 atau kalender Masehinya, 7 Juli 1633. Harinya Jumat Legi, wuku Kulawu, Mangga Sri, tahun Alip, windu Kuntara.
Selama 120 tahun hingga tahun 1674 SJ disebutlah sebagai kurup “ALIP JAM’IYAH LEGI”, dimana tanggal 1 Muharam jatuh pada Jumat Legi. Kudian mulai 1675 bergantilah dengan kurup “ALIP KAMSIYAH KLIWON” yang berlangsung selama 74 tahun hingga tahun EHE 1748.
Segeralah berganti kurup “ARBA’IYAH WAGE” yang mulai tahun Jimawal tahun 1749, setiap tanggal 1 Muharram tahunnya Alip jatuh pada Rabo Wage yang berlangsung dalam kurun 118 tahun hingga sampai tahun Jimakir 1866 SJ. Kemudian mulai tahun 1867 SJ berganti menjadi kurup ALIP SALASIYAH PON, dimana setiap 1 Suro tahun Alip selalu jatuh pada SELASA PON yang akan berlangsung selama 120 tahun lagi hingga tahun Jimakir 1986 SJ. Yang lebih dikenal dengan system perhitungan “ASAPON” itu.
Kepiawaian Sultan Agung adalah mengikuti jejak Mpu Tantular yang gemilang menyatukan kedua agama "Syiwa – Buddha tatwa", juga Sunan Kali Jaga yang tidak serta merta membuang adat dan tradisi atau budaya adi luhung Nusantara. Yang sampai saat ini masih juga dilakukan oleh kaum Nadliyin dengan mottonya : "Al – muhafazhah 'ala al – shalih wa al akhzubi al – jaded al ashlah" atau "Menjunjung tinggi warisan leluhur yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik".
Perlu dicatat bahwa tahun Saka (Hindu) diciptakan oleh Mpu Sancaya (Syech Iskak, Abusaka – Ajisaka – Sri Maha Punggung III raja Medang Kamulan) pada Penanggalan Saka tersebut berdasarkan edar “matahari dan bulan” atau disebut "Solar – Lunair system" yang dimulai pada hari Radite Pancer (Kini Minggu Kliwon) tanggal 1 Badrawarna (kini Suro) tahun 1 (Sri – kini Alip) , windu 1 (Adi) yang bertepatan dengan 14 Maret 78 M, sebagaimana tesis ilmuwan Belanda Dr. A. B. Cohen Stuard. Semetara tahun Hijryah pada 622 M.
B. MENGAPA SULTAN AGUNG MENCIPTAKAN TARIKH BARU ?
Maha karya tersebut merupakan hasil kontemplasi (tahanut – tawakur) paska kekalahannya menggempur benteng dan pusat VOC di Batavia. Serangan I pada tahun 1628 dan serangan II pada 1629 sekalipun singkat, telah berhasil menewaskan Gubernur Jenderal VOC, Yan Pieter Zoon Coon pada 20 September 1629, yang oleh pihak VOC sebagai phsycowar dikabarkan meninggal karena sakit kolera.
Pasukan Invanteri Mataram ditempatkan di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama “MATRAMAN” (MATARAMAN)” di dekat kediaman rumah Bung Karno di Jl, Pegangsaan Timur 56. Oleh karnanya Bung Karno sangat respect kepadanya sebagai keturunan dan pewaris. Arti Mataram di sini bukanlah orang yang terlahir di Jawa melainkan semua anak – cucu yang hidup dan dibesarkan oleh Bumi Nusantara. Karena arti Mataram menurut Bung Karno yang (banyak diyakini) asli Surakarta Hadiningrat itu yang oroknya diberi nama Koesno tentu erat kaitannya dengan yang memiliki nama Malikul Koesno (PB X) sementara di Bali diberi nama Ida Bagus Made Karno, dan dalam kalangan terbatas diketahui beliau memiliki gelar BRM. Rama Sunan Joyo Koesoemo atau Suryo Kusuma, menjelaskan bahwa “Mataram adalah berarti Ibu”. Masih ada perkataan Mataram itu misalnya dengan perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman yang berarti Ibu. Mother dalam bahasa Inggris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latyn – Ibu. Mataram berarti Ibu. Demikian kita cinta kepada bangsa dan tanah air dari jaman dulu mula, sehingga negeri kita, Negara kita, kita putuskan – Mataram – “. (Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila , amanat Presiden Soekarno pada 24 Sept. 1955 di Surabaya. hal. 18 – 19).
Tarikh Saka Jawa juga dimaksudkan guna membumikan Islam di pedalaman karena selama ini perkembangan Islam hanya berpusat pada daerah pesisiran saja. Akibat dari usaha mulya tersebut terdapat beberapa pihak yang justru menganggap Sultan Agung sebagai perusak peradaban Jawa. Eksesnya konon buliran beras berwarna paduan “MERAH – PUTIH” pun raib. Sungguh ironis anggapan mereka, karena tidak mau melihat jangkanya jagad. Dan di samping Sultan Agung raja yang sufistik beliau juga mewariskan “SASTRO GENDHING” juga wayang “BUTA CAKIL” (Gendir Panjalin/Klanthang Mimis/ Ditya Kala Kusumayudha) karya Sultan Agung Hanyakrakusuma yang merupakan candra sengkala memet yakni “Tangan Yaksa Satataning Jalma”.Tangan = 2, yaksa (buta) = 5; satata = 5 dan jalma = 1! = 2551 yang harus dibaca = 1552 S = 1630 M, tiga tahun sebelum pembuatan kalender Saka Jawa. Jarang sekali wayang buta memiliki tangan dua yang lepas.
Sebagai “Sidik Paningal” yang tahu bahwa pasukannya akan kalah toh penyerbuan ke Batavia harus tetap saja dilakukannya guna memberinya suri tauladan kepada anak cucunya bahwa prinsip “Sa – dumuk bathuk sa – nyari bhumi nedya ditohi pati” wajib dijunjung tinggi.
C. APA MAKNA ASYURA DAN SURA ITU ?.
ASYURA :
Nabi pernah bersabda dan bagian kalimat itu berbunyi : "Asyura yaumul asyir". Asyura berbeda dengan kata syura yang memiliki kata dasar syawara – yusyawir yang artinya menjelaskan, menyatakan atau mengambil sesuatu. Dari kata syawara ini terbentuk banyak kata lainnya, seperti tasyawur (perundingan), asyara (memberi isyarat), syawir (meminta pendapat), tasyawara (saling bertukar pikiran), al – masyurah (nasehat/saran), dan mustasyir (meminta pendapat orang lain). Pendek kata syura adalah musyawarah atau ada yang menyepadankannya dengan penegrtian demokrasi.
Bulan pertama kalender Sultan Agung dinamakan Suro bukan Muharram sebagaimana kalender Hijriyah. Di dalam bulan Muharram memang ada hari yang disebut dengan Asyura, artinya hari yang kesepuluh seiring terbunuhnya cucu nabi Muhammad saw, Husein, yang sebelumnya Sang kakak Hasan juga telah wafat di Mekkah karena diracun. Maka Asyura tersebut disebut pula dengan "Hari Hasan – Husein", dan begitu banyak kejadian sejarah pada tanggal 10 tersebut.
Sementara esensi Suro mempunyai multi maknawi dan para pembaca bebas dapat menambahkannya sendiri yang didasarkan pada spiritualitas seperti berikut ini :
MAKANA SURO :
Arti kata Suro adalah satu & berani. Arti kerata basanya Su = Mesu dan Ro = Saliro, mesu saliro atau mati raga, berpuasa atau laku seserik (berpantang sesuatu). Su adalah lambang air dan Ro adalah lambang bumi yakni tanah air atau dunia kehidupan. Su adalah suluk dan Ro adalah rasa yakni suluk rasa – rasa tali/tali rasa manunggal jati yakni jumbuhing kawula lan Gusti yang merupakan ajaran sangkan paraning dumadi. Suro adalah nukad gaib yaitu wiji samar, bibit yang ajaib, benih yang suci, Dzat Allah yang memberi hidup. Hakekatnya telah termanifestasikan ke dalam "Firman – NYA" yang menjadi : (1). Alam semesta raya; (2). Umat manusia dan (3). Kitabulah.\ Dan masih begitu banyak maknafiah lainnya yang kami sengaja batasi disitu saja.
Konotasi lain tentang “ASURO”, adalah bila SURO memiliki makna, berani, suci, dewa kebenaran, yakni berani yang dilandasi kesucian di dalam menegakkan kebenaran TUHAN, demi kepentingan nusa dan bangsa yang dicintainya untuk tercapainya hidup damai – sejahtera penuh kebahagiaan. Sepi ing pamrih rame ing gawe, hamemanyu hayuning bawana. Maka makna ASURO identik dengan Dajjalisme yang tidak dalam kebenaran TUHAN atau dalam kebenaran ego pribadi, yang dianggapnya sebagai kebenaran yang hakiki dengan menghalalkan segala cara termasuk menenggelamkan kejujuran dengan balutan kemunafikan demi kepentingan diri pribadinya dan atau golongannya.
D. KARAKTERISTIK 1 SURO 1945 SJ :
1. HARI & PASARANNYA : “Sastra Candisari”nya jatuh pada hari “MINGGU”, atau NGAAD yang bahasa Sang Sekertanya adalah, “RADITE”. Pasarannya : Wage.
2. WUKUNYA : “LANDEP” dengan Dewanya “MAHADEWA”. Yang mengandung simbulisme : “ Bagus rupanya, kawin dengan orang nan cantik, menurun kepada anak, terang hatinya dan suka tawakur – tahanut – semedi – meditasi. Kaki masuk di air : perintahnya panas di kepala tapi dingin di hati, belas kasihan pada oran lain. Pohon Kendayaan : menjadi pelindung orang sakit, orang sengsara & orang pelarian. Burung Atat Kembang : menjadi peliharaan orang pembesar & disayang oleh tuannya. Gedung di depan : memperlihatkan kekayaannya, murah hati. Kecelakaannya ditimpa pohon roboh. Penolaknya : bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, daging menjangan dikalak, digecok, dibakar, selawat 4 keteng dan doanya Kabula. Gambaran : surating raditya (sorot matahari), selalu ingat, dapat mengerjakan segala pekerjaan, dapat memberi penerangan kepada orang lain. Kala Wuku ada di barat menghadap ke timur, dalam 7 hari tidak boleh bepergian menuju ke tempat kala. Hari yang baik baginya adalah Senin, Selasa, Kamis dan Saptu “ itulah yang tersurat di dalam buku – buku peninggalan Leluhur.
3.MANGSA (MASA) : Memasuki masa VI (Kanem) dimana masa ini mulai tanggal 20 November hingga 22 Desember (43 hari). Musim buah – buahan. Dewanya “BETHARA GURU”, kedudukan mangsa di barat daya dan masih dalam musim penghujan. Bethara Guru yang sebelumnya bernama Manikmoyo yang bercahaya putih gemerlapan karena disabdakan oleh Sang Hyang Tunggal bahwa kelak akan berkuasa dan berwajah rupawan telah menjadikan dirinya justru menjadi riak – sombong. Oleh karnanya Sang Hyang Tunggal tidaklah berkenan sehingga disabdanya bahwa Manikmoyo kelak akan memiliki cacat pada tubuhnya.
Maka sifat sombong itulah pula yang menurun pada anak – anak yang terlahir dari masa kanem itu. Tapi sikap sombong tersebut sering diimbangi dengan perbuatan dharma untuk orang lain dengan pengorbanan dirinya secara tulus. Anak yang lahir pada masa VI ini cerdas & bertalenta.
4. PARINGKELAN : jatuh pada “ARYANG”, dimana disarankan untuk tidak mendirikan rumah dan menikahkan putra – putrinya. Sebaliknya bagi pembuat “racun”, saat terbaik baginya.
5. PADANGON : jatuh pada “NOHAN” (ke lima) yang baik untuk kegiatan berdagang – berjualan (trading).
6. PANCASUDA : SATRIA WIBAWA, satria yang berwibawa dan beruntung.
7. RAKAM – : “DEMANG KANDHURUAN”, sekalipun Satria Berwibawa hendaknya tidak melupakan adanya ekses dari rakam tersebut artinya memiliki ekses yang tidak selamanya baik karena banyak godaan, jebakan, permainan, laku provokatif sehingga manusia mudah terjerumus atau terperangkap. Maka seyogyanya senantiasa “ELING LAWAN WASPADA” sebagaimana nasehat RNg. Ronggo Warsito dalam melakoni “JAMAN EDAN
8. PAARASAN : “LAKUNING ANGIN”, yang bisa meberi rasa aman dan nyaman. Namun sebaliknya kadang kala angin juga bisa marah dengan putting beliungnya. Tahun ini sebagai tahun klabang, yang curah hujannya berkurang namun angin nampaknya akan mendominasi. Hati – hati senjata satu ini apa lagi dalam QS : Al – Ahzab ayat 9 : “KAMI kirimkan kepada mereka angin topan & TENTARA YANG TAK DAPAT KAMU MELIHATNYA”!.
D.TAHUN WAWU 1945
Tahun WAWU, 1945 SJ adalah merupakan tahun ke 7 (tujuh) yang merupakan tahun basitah (tahun pendek = 354 hari). Seiring tanggal 1 Suro jatuh pada hari Minggu, maka dalam primbon disebut sebagai "Tahun Dite Kanaba ", artinya Tahun Klabang dimana secara simbolis memiliki makna akan banyak darah yang tercecer membasahi bumi. Apakah ini merupakan ekses dari punahnya kepercayaan (delegitimasi) masyarakat terhadap seluruh aparat penyelengara Negara baik unsure eksekutif, legislative dan yudikatif yang hedonis dan tidak peduli lagi dengan jeritan rakyatnya?. Wallahu ‘alam bishawab.
Disamping itu nilai 7 adalah representasi dari “ulama atau pujangga” dimana mereka saat ini telah kehilangan legitimasinya karena tidak lagi konsisten menjaga keulamaannya dan atau kepujanggaannya. Sehingga muncullah pameo “Ulama padha goroh – pandita ora nyata”. Para ulama terpedaya menjadi celebrities atau bintang iklan. Akibatnya kemunafikan & kebohongan telah merasuki bangsa ini. Suara kenabian yang telah disuarakan oleh para rohaniawan/ulama lintas agama pada 10 Januari 2011 telah menyatakan bahwa tahun 2011 sebagai tahun ‘PERLAWANAN TERHADAP KEBOHONGAN”!.
E. WINDU KUNTARA
Pada tahun ini windunya bernama "KUNTARA" yakni windu yang kedua dan tahunnya “WAWU” merupakan tahun yang ke tujuh dalam windu tersebut (windu ke dua) yang memilki nilai (naptu) : 2.
Candranya adalah : mata, telinga (karna), tangan, kaki, bahu, geraham, alis, tanduk, sayap, buja, carana, athi – athi, dwi dan manembah atau kata lain personifikasi dari dua (sejodoh).
Candra windu "KUNTARA" ini nampaknya mengandung pesan moral antara lain yakni : "Bahwa bangsa & Negara tercinta ini seharusnya tahu, mau dan mampu melakukan “introspeksi – ektrospeksi – retrospeksi dan sircumspeksi” atas peri kehidupan prtibadi maupun dalam berbangsa & bernegara sehingga akan bijak dan bajik serta arif untuk benar – benar melakukan tobatan nasuha, dengan senantiasa manembah disertai sodakoh atau berkorban dan mampu melakukan hijrah secara menyeluruh (komprehensif dan holistic yang transpormatif) utamanya secara iner, batin atau jiwani "! Tobatan Nasuha yang dicanangkan oleh Pemerintah CQ Menteri Agama Maftub Basyuni pada 2 Maret 2007 hendaknya direvitalisasi bukan khusus hanya bagi umat Islam saja namun untuk seluruh anak bangsa apapun agamanya dan dimanapun kita berada dalam kurun waktu yang lama dan berkesinambugan.
Disamping itu dilihat dari karakteristik windu Kuntara yang diwariskan oleh sang pujangga, menandakan : "Banyak pergerakan baru – bergerak – manuver – mobile secara cepat dan bahkan tiba – tiba (suddently), yang telah dimulai pada tahun 1940 SJ, pergerakan menuju kesempurnaan dan atau justru sebuah pergerakan menuju kehancuran dalam berbangsa & bernegara. Ibarat dharma & adharma selalu saja berebut kemenangan. Keduanya saling pengaruh – mempengaruhi sehingga tinggal kita apakah memiliki kesadaran tertinggi dengan keimanan & ketaqwaan yang mantap? Atau justru kita menyerah kalah pada pengaruh syaiton, ego dan AKU Palsunya sendiri?.
Sasmita Windu Kuntara lainnya adalah : "Kalau ada Raja (Presiden) yang berkuasa pada windu ini, akan panjang umurnya akan tetapi ditengah – tengah kekuasaannya, orang kecil(kawula alit) banyak yang berani melawan penguasa dan bakal ada perang besar". Bisa jadi akan muncul impeachement atau pemakzulan dan pengadilan rakyat ?, fenomena ini mulai muncul sejak akhir tahun 2010 bahkan sekelompok kalangan Islam telah secara terang – terangan ada yang berani mengancam Pak Beye di layar – layar kaca dan terus saja menggelinding yang diikuti oleh kelompok – kelompok lainnya seiring semakin lemahnya leadership beliau. Yang oleh sebagian para kritikus beliau dinilainya justru sering “curhat” kepada rakyat ketimbang memenuhi kewajiban dan amanat rakyat. Ibaratnya kita sebagai penonton sepak bola merasa diri kita lebih mahir menggolkan bola ke kandang lawan dibanding sang pemain pujaannya yang selalu saja gagal menendang bola ke jala lawan tersebut.
Kejutan atau kejadian yang amat tiba – tiba, tanpa diketahui sebelumnya ini dikuatkan oleh candranya tahun sirah yang berangka "5 tahunnya WAWU", dimana dinyatakan bahwa : “Akan banyak pemimpin yang meninggal dunia (tapi aneh banyak orang justru bersuka ria), orang kaya bahkan orang desa berasa girang hatinya apalagi orang miskin pun gampang mencari nafkah sekalipun begitu berat atas jenis pekerjaannya. Para menteri dan gubernur – bupati/wali kota nampaknya akan bertambah kesenangannya”. Apakah ini ekses dari Peraturan Pemerintah yang menerjemahkan mandate UU Otonomi Khusus & Otonomi Daerah seiring telah terjadi pergolakan di bumi Cendrawasih itu ?, sehingga rezim Pak Beye tidak lagi memberlakukannya setengah hati dengan mengeluarkan PP atau Perpu sebagai implementasi UU Otonomi Khusus tersebut ?. Semoga saja.
Namun semua disarankan harus selalu eling & waspada (edan - eling) karena banyak godaan & provokasi yang menyesatkan. Semoga persaudaraan akan semakin kuat dan terbina. Banyak orang bersuka cita apakah karena kondisi perekonomian yang diramalkan akan menghimpit Indonesia sebagai akibat resesi di Amerika Serikat dan MEE di tahun 2012 yang semakin akut namun Negeri ini cukupkah tangguh membentengi diri ? atau suka cita banyak koruptor & pemimpin yang tidak amanah meninggal dunia dan atau sebab lain ? seyogyanya kita tunggu bersama dan waktu jualah yang akan menentukannya. Itulah yang disampaikan oleh para pujangga terdahulu.
Dan yang tak boleh dinafikan adalah pergerakan & pergolakan alam itu sendiri yang ikut mereformasikan dirinya seperti : gempa bumi – gunung meletus – tanah longsor – banjir bandang – angin putting beliung yang merupakan sebagian kecil makartinya senjata TUHAN yakni anasir dari : “AIR – ANGIN – API & BUMI” dapat mengancam siapapun yang bisa terjadi setiap saat. Ironisnya tak ada manusia yang bisa melawan kedahsyatannya. Belum lagi ancaman adanya “Pageblug” dengan prolog banyaknya wabah gizi buruk bahkan di Depok, SMKN 2 terdapat 89 siswa dan 1 guru secara massal terjangkiti hepatitis A sejak 24 Oktober 2011 sehingga harus diliburkan. Menyusul 2 SD yakni SDN 4 & 5 Sawangan, Jawa Barat pun diliburkan pula. Akibat peristiwa itu, Pemeritah Kota Depok, menetapkan status kejadian luar biasa.
Juga fenomena yang aneh seiring tangisan balita 3 minggu bernama Muhammad Rayhan yang disertai darah (tangis darah) yang sedang ditangani dan diselidiki jenis penyakitnya di RS. Tangerang. Juga fenomena balita bernama Safira yang di dalam tubuhnya (kaki dan punggung) penuh dengan benda asing berupa paku dan benda logam lainnya. Yang oleh RS di Pare – Pare telah berhasil mengangkat 28 biji benda aneh tersebut. Juga semakin menjadi – jadinya kesurupan massal di seluruh antero Nusantara.
Sementara calon pemimpin bangsa & intelektual yakni para mahasiswa Universitas Hasanudin di Ujung Pandang sejak September hingga medio November 2011 perkelaian antar fakultas semakin meluas kini Fakultas Tehnik lawan Fakultas Kehutanan yang frekwensinya semakin massif & nggegirisi. Bila calon intelektual saja dirasuki amarah – syaeton sebagai kepanjangan tangan Dajjal, tidak merasa lalu bagaimana rakyat yang tidak terdidik ?.
Nampaknya “Goro – Goro Sindhung Riwut” ibarat sak dang – sak penginangan sulit untuk dihindarinya manakala banyak warga bangsa yang masih saja terlena dan ternina bobokan oleh berbagai kemegahan dan kenikmatan duniawi semata, lupa pada para leluhur serta ajarannya. Karena hanya dengan cara itu alam kembali memberinya pelajaran di era Kali Yuga atau zaman Besi, zaman Kegelapan, zaman Kalabendu (zaman penuh kutukan TUHAN) dan atau zaman Adukhan (Kabut) ini.
Sikap eling dan waspada serta menyatu dengan kehendak dan sifat – sifat Sang Khaliq yang terefleksikan oleh alam agung adalah sebuah kenisbian. Ibu Pertiwi hamil tua dengan pakaian lusuh dan compang – camping & jalannya terseok – seok karena telah diperah oleh anak – anak yang dilahirkan & disusuinya yang tiada kenal waktu dan keadaban. Setelah dewasa & jaya berkat kasih sayangnya kini sang Ibu yang amat berjasa yang melahirkan yang memenuhi segala kebutuhannya justru dinistakan – didzolimi bahkan diludahinya. Kasih sayang IBU sepanjang hayat namun kasih sayang anak hanyalah sepanjang galah. Sungguh pun demikian mana ada seorang Ibu yang tahan manakala wajahnya justru diludahi oleh anak – anaknya sendiri ?. Sehingga pintu tobat pun bisa jadi telah beliau tutup sebagaimana alegoris dari meletusnya Gunung LOKON = LOCKED ON = SUDAH TERKUNCI ? .
Apakah akan terjadi seleksi alamiah sebagaimana pemilihan umur bagi bangsa tercinta ini ?, sebagaimana dalam makna isi Kidung Jangka Sabdopalon itu ?. Walahu ‘alam bhishawab.
Apapun adanya bagi warga bangsa yang sadar tidak perlu cemas & kawatir, bangsa ini harus tetap optimistik bukankah terdapat sesanti yang menyatakan bahwa : “kodrat bisa diwiradat” serta kita wajib beryukur keharibaan – NYA. Apa lagi bila para pemimpin negeri ini benar – benar : “mau – tahu dan mampu” menjalankan mottonya ‘INDONESIA BISA”, tidak hanya sebatas slogan – kosong belaka. Karena Bunda Pertiwi pun tidak menginginkan semua berakhir, bumi ini tanpa penghuni, sehingga beliau pun “melahirkan anak – anak indigo” yang beliau bekali dengan berbagai talenta baik di bidang spiritual, saintific, tehnologi, humanisme dan lain sebagainya yang harus dibina – dipersiapkan oleh berbagai pihak yang menjunjung tinggi rasa nasionalisme, national dignity dengan semboyan “hubbul wathan minal iman”, cinta Negara adalah sebagian dari iman juga menghayati budaya adi luhung yang telah diwariskan oleh moyang Nusantara ini guna melanjutkan dharma dan tugas suci mereka yang belum kesampaian yakni terciptanya “Dunia – Baru” sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh Bung Karno dengan melenyapkan adanya “Explotation de l’homme par l’homme & Exploitation de nation par nation”, melenyapkan adanya penghisapan antar manusia dan antar bangsa, yang hanya bisa direalisir dengan “LAKU HIDUP BERPANCASILA” tidak dengan idiologi lainnya apapun juga adanya.
F. TAHUN SIRAH
Tahun Saka Jawa, 1945, tahun Sirahnya adalah angka yang terakhir yakni “5” (Lima) dengan tahun Wawu dalam primbon tertulis : " Banyak pemimpin meninggal dunia sementara para menteri dan bupati bertambah suka cita karena keadaan social ekonomi cenderung membaik karena murah sandang dan pangan, orang pedesaan girang hatinya sekalipun pekerjaannya teramat berat. Lapangan pekerjaan mulai terbuka. Rasa persaudaraan, kebangsaan dan atau nasionalisme mulai mengkristal seiring maraknya fenomena destroying nation. Hanya saja harus extra hati – hati karena banyak provokator yang menyesatkannya”.
SAPTO WISESA jatuh pada “SATRIA WIBAWA”, nampaknya para penyelenggara Negara yang dijiwai oleh “self estem & status”, bukan dengan menunjukkan profesionalitas & jati dirinya akan tetapi justru oleh lipstick – gincu – kulit yakni “pencitraan diri” apapun cara dan seberapapun biayanya. Sehingga di layar – layar kaca mereka tampil dengan “jaim”nya seolah sebagai “satria – satria yang berwibawa”, tak tahunya kenyataannya ibarat “musang berbulu domba”. Peri laku munafikun telah membudaya, separah inikah ? walla hu‘alam bhishawab.
G. PAL DWADAAKSORO :
Bagaimana caranya ? Nah guna melihat kondisi kenegaraan bisa kita lihat dari usia Negara Proklamasi = 2012 – 1945 = 67 tahun. Maka = 67 : 12 = 5 lebih 7 sehingga jatuh pada item g. yakni Bethara Kamajaya. Maka tahun 2012 ini jatuh pada lambang "Bethara Kamajaya". Sosok ini begitu tampan putra bungsunya Sanghayng Manikmaya dengan Dewi Umarakti/Umar. Yang mengepalai Kayangan Mayaretna (Cakra Kembang). Isterinya bernama Dewi Ratih nan cantik jelita. Suatu pasangan yang amat ideal, saling mencintai, saling berkorban, saling menghargai, saling bertimbang rasa yang selalu guyub rukun selalu sejiwa! Oleh karnanya setiap temanten selalu didoakan dengan idola ke dua dewata tersebut bila dalam dunia binatang ada sejoli yang nyaris sama yakni “Mimi lan Mintuna”.
Tugas Bethara Kamajaya ialah mendamaikan suami – isteri yang menghadapi kehidupan jauh dari kebahagiaan agar menjadi keluarga yang damai sejahtera atau dalam literatur Islam dinamakan dengan sakinah , mawadah dan warohmah. Ia bila turun ke bumi maka selalu membantu Arjuna disamping tugas utamanya guna mencegah perbuatan membabi butanya kakaknya yakni “Bethara Yamadipati” sang pencabut nyawa.
Benarkah pada tahun ini banyak kejadian KDRT dan perceraian khususnya para artis & dai tis (da’i celebritis).
Pada 1 Suro 1945 ini jatuh pada hari Minggu Wage dengan jumlah naptunya 9 maka jatuh pada Nabi Musa yang naptunya sama yakni 9. Bisa jadi hikmah kehadiran Nabi Musa pada tahun ini mengingatkan agar :
Guna menata - laksanakan kehidupan berbangsa & bernegara maka Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia ini hanya bisa dilaksanakan dengan baik, benar, tepat dan suci bila berpijak pada “philoshopie, religie & watenschap” (filosofi – agama dan iptek) yang didasarkan pada PANCASILA. Untuk menjadi kekuatan “New Emerging Forces” sebagai “Mercusuar Dunia”. Para elit penyelenggara ini diingatkan agar tidak berfikir parsial, pro toto totem pro parte, hendaknya secara holistic yang lahir juga yang batin, yang tersurat juga dengan yang tersirat. Jangan sampai kita tidak tanggap apa yang terjadi dengan sesuatu yang “irasional – unreasonable” karena hikmah yang ada dibalik itu semua sebagaimana kisah Nabi Musa dengan Nabi Khaidzir tersebut. Maka ucapan “SALAM SEJAHTERA” yang sering dikumandangkan oleh para elit negeri ini nampaknya belumlah lengkap tanpa kata “DAMAI”. Sehingga seharusnya menjadi ‘SALAM DAMAI & SEJAHTERA”! Segera mengakhiri ego agama dan selaras dengan Sila I, maka istilah kerukunan antar umat beragama harusnya kata agama disempurnakan menjadi “yang Berketuhanan Yang Maa Esa”. Dengan demikian seluruh anak bangsa utamanya seperti suku – suku terasing yang tidak menganut salah satu agama resmi tetap menjadi bagian sebagai anak – anak bangsanya. Dan akan menggembirakan bila salam Nusantara yakni pembukanya “JAYA” dan jawabannya atau penutupnya “SAMPURNA” bisa dimasyarakatkannya.
H.SASMITA TAHUN 1945 SJ.
Tahun 1945 SJ adalah mulai hari Minggu Wage bertepatan dengan 27 November 2011 hingga 17 November 2012. Dalam kurun setahun ini telah dapat diprediksi berbagai situasi dan kondisi berbangsa dan bernegara.
Adanya karut – marut berbangsa dan bernegara akibat dari adanya "krisis Budaya” akibatnya muncullah “Krisis keimanan – krisis nurani", sehingga berefek ultra krisis dimensional termasuk "krisis jati diri bangsa". Berbagai pertanda alam dan ayat – ayat Tuhan Seru Sekalian Alam masih belum mampu menyadarkan bangsa ini dari tidur panjangnya. Sasmita demi sasmita hanyalah dijadikan bahan banyolan yang jauh dari apa yang diharapkan oleh para ghaib suci – pepundhen sari yang bersumber dari – NYA. Semua peristiwa alam senantiasa diukur dan dimaknai secara saintific sedangkan tehnologi tidak akan pernah mampu memecahkan misteri batiniah – spiritual – ruhaniah pada jagad raya ini. Penjajahan spiritual oleh berbagai macam sekte manca nagari yang mengklaim dirinya paling berhak menafsirkan firman – firman – NYA dan memiliki kebenaran mutlak dan selain mereka adalah kaum kafir bahkan ada propaganda halal darahnya. Itu tidak bisa ditangkal dengan tehnologi kecuali kembali kepada jati diri bangsa yakni "budi pekerti luhur" yang tidak mungkin berani menghakimi sesama manusia hanya dengan kaca mata "BAJU SARANYA". Manusia yang maha alit bagaimana mungkin memposisikan diri seperti Yang Maha Besar ? Nenek moyang menyatakan bila kita memilki sifat dan tindakan seperti itu dinamakan "kumingsun" karena Aku – Ingsun Palsunya telah menguasai jiwa – raga kita.
Bukankah agama diturunkan agar manusia dapat memilih jalan kebenaran yakni esensi dari cinta – kasih ? Rahmatan lil alamin ? Nabi Muhammad saw juga diturunkan dalam rangka "menyempurnakan ahqlak umat manusia" ? Dan oleh para founding fathers diterjemahkan ke dalam dasar negara – jiwanya bangsa, philoshopi bangsa – pandangan hidup bangsa – sumber tertib hukum bangsa yakni "PANCASILA". Manakala nurani ini masih bersarang dalam hati, kita pasti akan takjub dan bersyukur karena bangsa ini memiliki "cara gapai" (achievement system) dan sekaligus "cara ukur" (measurement system) yang diametral terhadap ajaran agama apapun di dunia ini yakni sisi "Kemanusiaan". Sesuci apapun agama manakala dihayati oleh para penganutnya yang tidak sesuai dengan kehendak Yang Maha Suci itu sendiri maka pasti outputnya akan kotor karena tidak sesuai dengan kemanusiaan (personifikasi wajah Alloh). Karena manusia terlimputi oleh nafsu – nafsu. Maka oleh faounding fathers untuk menyelaraskan dengan karsa dan kuasa – NYA, kemanusiaan masih ditambahkan disempurnakan dengan kata "yang adil". Sungguhpun demikian "adil" saja masih dapat memperdaya (nafsu) manusia. Ibarat hutang pati nyaur pati. Apakah dasar membunuhnya itu karena sengaja atau tidak ? Bila sengaja apa alasannya ? Bila yang dibunuh itu adalah seorang mata – mata atau pengkhianat bangsa, pantaskah dan beradabkah bila yang membunuh itu ganti dibunuh ? Ternyata tidak, bukan?. Oleh karena itu adil saja tidaklah cukup sehingga harus ditambahkan dengan kata "beradab". Sehingga Sila II berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab".
Maka disitulah nurani (nur – aini), alfurqon, mengambil peran. Hal ini ternyata telah dimiliki oleh bangsa ini ratusan ribu tahun silam dengan idiom "Memayu hayuning bawana". Maka Pancasila ternyata tidak saja sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, filosofi bangsa, alat perekat bangsa, ajaran multi khomplek akan tetapi sekaligus sebagai "alat ukur". Sebagai alat ukur, setiap peri laku seseorang dapat dinilai sesuaikah dengan esensi kemanusiaan ? Bila ya ! Sesuaikah dengan esensi keadilan ? Bila ya! Dan sesuaikah dengan esensi keberadaban ? Bila semua jawabannya ya, sesuai maka dapat dipastikan bahwa seseorang itu telah menghayati laku hidup Berpancasila. Kita bisa bercermin dengan negeri pelopor HAM & demokrasi, Amerika Serikat. Perbuatannya menghancur lumatkan Afganistan dan Irak itu apakah sesuai dengan kemanusiaan saja ? Apalagi hanya berdasarkan "kebohongan". ! Adapun berbagai sasmita umum yang diterima oleh para kadang spiritualis yang seyogyanya kauningani (diketahui) antara lain adalah :
Ratu/presiden dengan pembantunya sama – sama bertengkar yang mengakibatkan rezeki & kemakmuran bangsanya menjadi sirna/nihil. Trisula Wenda mulai berkarya : barang siapa jujur akan terpakai dan barang siapa jahat terkena walat dan barang siapa berlaku suci akan dicintai GUSTI. TNI dengan POLRI itu harusnya gendhong – gendhongan namun kini sebaliknya bahkan gendheng – gendhengan, sehingga menimbulkan banyak pertempuran yang sia – sia. Yang dapat mbengkas karya dan membuat tentramnya jagad raya ini tiada lain ya hanya Ki Lurah Semar sendiri (betara Ismaya, Dhudha Manang Munung, Janabadra, Badranaya). Maka senantiasa elinglah manembah kepada TUHAN. Jangan gembira ria karena ini akan ada bencana sebesar pethitnya (ekor) naga. Bisa jadi ini gambaran petitnya Anantaboga, yang berpotensi menyebabkan gempa bumi dahsyat ?. Barang siapa yang merusak peradaban Nusantara maka akan menerima karmanya Wong gedhe menang kerahe lan akeh walate. (Para pejabat selalu menang melawan rakyat/kawula alit tapi akan banyak menerima karmanya sendiri). Aja melu – melu wong gendeng ! (Jangan ikut – ikutan orang gendeng). Tidak lama lagi tatanan Jawa (bukan arti harfiah, sukuisme) akan kembali setelah korban – demi korban, penderitaan demi penderitaan merata se Nusantara yang tidak lagi mengenal si kaya – si miskin, yang beriman – yang kafir, pejabat – rakyat jelata yakni segera bangkitnya agama budi, Islam Sejati. Semaikanlah olehmu dengan menaman "delima putih" maka engkau akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Bisa jadi ini arti filosofis dari "dedasar yang lima kesucian" itu. Apa itu ? Seyogyanya digali sendiri – sendiri karena multi tafsir, termasuk mensucikan diri. Waspodoa awit "Sumiliring angin anggawa wisa, tumetese banyu anggawa sengsara" (Waspadalah, karena "Sepoi – poinya pawana membawa bisa (racun)m sebaliknya tetesan air akan membawa sengsara). Ana pandhita ninggalake pertapakane, sing dereng angsal gegayuhane. Uga ana sendhang kebak ulane, ana kedhung mlayu iwake. Awit jaman iki "Jaman Lelaku". (Ada pendeta terburu meninggalkan pertapaannya sebelum berhasil mendapat apa yang dicita – citakan. Juga terdapat sendang atau sumber mata air namun penuh dengan ular dan ada kedung akan tetapi ikannya telah lari). Karena Jaman ini adalah "Jaman Lelaku". Bis teguh – mil luput, Suara lan tembang turu sorene amarga lali mring kaki lan ninine, wong wis ora ana salahe, sing ana mung benere. Wong wus lali lupute lan rumangsa sing ana mug benere. (Bis teguh – Mil luput, suara dan nyanyian tidur sore karena telah melalaikan kaki dan nini – nya, manusia tidak ada salahnya yang ada hanyalah benarnya. Manusia telah lupa dengan kesalahannya dan merasa yang ada hanyalah benarnya saja). Hai manusia yang terpilih untuk menutup misteri dunia ini, kena apa kau lari dari tugas – tugasmu ? Ingatkah ? kemanapun larimu tetap akan Ku kejar, janganlah engkau terkelabui oleh dirimu sendiri. Berkeblat pada bangsa lain merasa dirinya sudah hebat sedangkan ajarannya membawa bisa (serum) yang melebihi bisanya Naga Ananta Boga. Ada cahaya yang memancarkan bias di dunia fana ini yang sejatinya telah ada kawulanya yang cidera janji dan berbuat nista yang bakal menemui cilaka. Telah menjadi jangkanya seiring bedahnya Gunung Merapi yang menandakan orang yang kaya tambah kaya sementara orang mlarat tambah mlarat. Bukankah bila dulu buruh angkut itu dilakukan oleh orang miskin namun kini buruh angkut itu justru uilakukan oleh orang – orang kaya dengan kendaraan – kendaraannya ?. Sabdo Palon menuntut janji dimana akan terjadi wolak – waliking zaman, orang mlarat prihatin sementara orang kaya takut mati dan mencari selamat. Karena Ibu Pertiwi sudah sampai janjinya yang menitis pada Ibu Mataram Kuno, menyebarkan belas – kasih hanya disayangkan mengapa kawula Nusantara tidak merasakannya. Titi toto wus tiniti marang jalmo kang wis ngerti bedane lelaku & nafsu. Ginaris laku kang tinata ngerti candrane para kino kang kebak piwulang luhur. Urip uga mati wus tinata kersaning GUSTI, podhoa baris nata budi – rasa – gegondhelan tatanan sangkan paraning dumadi. (Keadaan tota titi tentrem sudah dipahami oleh manusia yang sudah paham perbedaan antara lelaku dengan nafsu. Telah tersurat dalam laku yang benar, tepat dan suci akan mengerti candranya para leluhur yang penuh dengan piwulang luhur. Hidup & mati sudah diatur oleh GUSTI. Maka berusahalah melakukan budi pekerti luhur dengan rasa – ing panrasa senantiasa berpegang teguh pada “Sangkang – paraning Dumadi”. SN). Lilir – Iler sumiler ilange pancering keblat papat – gemlegur pecahing nyawa kang ora aji. Rebutan dalan pada menek angkasa – nyuwun ngapura. Ono Ratu ana Manten anyar uga Wong Tuwo, Nom – Noman Bocah Cilik, kegulung pecahing angin, banyu, geni uga bumi, karno ora emut mula sing eling lan waspada ajaran budaya lan agama kan suci!(SN). (Bangun – bangun – bangunlah karna telah hilang pusatnya – pancernya keblat yang suaranya gumlegur hancurnya nyawa yang tiada bernilai. Rebutan jalan meniti suwarga – meminta ampunan –NYA. Ada ratu, ada temanten baru, ada orang tuwa, kadang taruna – anak kecil (semua) digulung oleh bedahnya angin, air, api dan tanah. Karena tidak lagi ingat (sadar). Maka agar senantiasa eling & waspada atas ajaran budaya Leluhur dan agama suci). Joyo, joyo, joyo – sumbare arume kembang Wijoyo Kusumo arum marang rasa arum marang lelaku saka wiwitan teka pungkasan. Sumebar ganda arum hangideri bawana alit ugi ageng, werna Putih pitedah laku suci mring jiwa – raga satria kang tanpa bandha – donya, kang sia – sia marang jalma kang nentang ajarane aji budayo uga aji rasa pangrasa. (Eyang Aji). (Jaya – jaya – jaya, tersebarnya bau harimnya puspa Wijaya Kusuma, harum terhadap rasa harum terhadap laku – perjalanan dari awal hingga akhir. Tersebar bau nan harum semerbak mengitari manusia dan alam agung. Warna Putih menunjukkan laku suci terhadap jiwa raga satria yang tak memiliki harta benda. Banyak orang yang melecehkan kepada orang yang mengajarkan nilai - nilai tinggi budaya bangsa juga tajamnya ilmu “rasa ing pangrasa”. Bedhae Redi Merapi wis perlambang nyata ambruke Gapurane Ghoib Nusantara amarga thukule wiji karmo, wis kepara nyata manungsa wus dadi setan, setan kang membo – membo manungsa. Para setan suka – parisuka manggon manjing neng pangrasane manungsa kang adigang – adigung adiguna numpes tatanan kang urip lan nguripi. Budaya, Agomo uga Negoro. (Kyai Jaran Panoleh, SN). (Meletusnya Gunung Merapi sudah menjadi suatu pertanda yang nyata bahwa : “Rubuhnya Gapura Ghaib Nusantara”, karena tumbuhnya biji karma, sudah jelas bahwa manusia suda menjadi setan, setan yang berpura – pura menjadi manusia. Para setan pesta pora menempati “pangrasane” manusia yang berlaku sombong – kumingsun yang menumpas tatanan hidup dan menghidupi”. Ono omah bethek kobong gedhe, ono kebo ngamuk sarombongan...., getihe mili sa dalan – dalan padha tatu arang kranjang. Jagone mati ora kainan, sing dadi juragan maju nggawa parang padha padu rebutan palenggehan, sing duwe wahyu methi bakal ketulungan. (SN – Ny. Roro Kidul). (Ada rumah gedhek terbakar dan ada kerbau dan kawanannya mengamuk, darahnya mengalir di jalan – jalan karena lukanya arang kranjang. Jago (yang didamba – dambakannya) pun mati tak disalahkannya karenba yang menjadi juragan maju berperang berebut kekuasaan namun hanya yang kewahyonlah yang akan tertolong”. Terdapat gubahan lagu Jawa oleh Ki Ronggo (Darmaji) atas sasmita yang berjudul “Imbase DURYUDONO” : Pancen nyata ana tlatah Tanah Jawa/Agama Islam iku gambarane nyata/Anglis kuwi ditebarno Wali Sanga/Kang duwe gelar Raden Sahid Sunan Kali Jaga/Anggone nyebar suwantening wewayangan/Susah payah serta total akeh ujian/Ing nyatane Wali Sanga kasembadan/Lan nuciptake rukun Islam ing wewayangan/Syahadad Loro ginambarke Raden Janaka/Sholat kang kuwat ginambarke Werkudara/Kang bisa ngrampungi perkara jajahan agama/Nalika badhe marang Perang Brantayudo/Anggone zakat ginambar Raden Harjuna/Raden Puntadewa iku gambaraning pasa/Pungkasane munggah kaji lamun kuwasa/Digambar KRESNA dadi Raja ing Ngastina//
Note : Terinspirasi oleh lakon SEMAR GUGAT, dimana Satrio wuto ngideri jagad masih dapat diarahkan, diluruskan namun satrio boyong pambukaning gapura justru nampaknya sulit menyelaraskan dengan kemauan alam. Benarkah ?.
Demikianlah untuk bahan renungan SURAN MALAM ini adapun tentang RATU ADIL DAN RAMALAN SUKU MAYA akan kami sajikan kemudian. Semoga ada manfaatnya dan mohon maaf bila kewoworan napsu ego yang mungkin saja ikut nimbrung di dalamnya, karena kawula hanyalah titah sawantah yang bodoh 27 ! JAYA JAYA JAYA WIJAYANTI//SAMPURNA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar